Jambi, suarajurnalis.online 28 Mei 2025 — Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Jambi untuk mendanai berbagai proyek fisik di lingkungan Korps Adhyaksa menuai kritik tajam dari masyarakat. Publik mempertanyakan relevansi dan urgensi pengalokasian dana miliaran rupiah bagi institusi vertikal seperti Kejaksaan, yang dinilai tidak berbanding lurus dengan kepentingan langsung masyarakat Kota Jambi.
Sejumlah elemen masyarakat sipil menilai penggunaan APBD tersebut tidak tepat sasaran, boros, dan tidak mencerminkan prioritas anggaran yang berpihak kepada rakyat. Mereka menyoroti lemahnya transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran yang justru mengalir deras ke lembaga penegakan hukum yang seharusnya dibiayai melalui anggaran pusat.
“Anggaran daerah seharusnya digunakan untuk kebutuhan langsung masyarakat, bukan untuk membiayai instansi vertikal yang bukan kewenangan daerah. Ini preseden buruk,” kata salah satu aktivis pemerhati kebijakan publik di Jambi.
Berdasarkan data yang dihimpun sejak tahun anggaran 2020 hingga 2025, puluhan miliar rupiah dari APBD Kota Jambi telah dialokasikan untuk pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana milik Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi.
Pada tahun 2020, Pemkot Jambi melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang menggelontorkan Rp400 juta untuk pembangunan ruang arsip Kejari Jambi, dan Rp150 juta untuk pembangunan gazebo Kejati Jambi. Tahun berikutnya, anggaran kembali dikucurkan sebesar Rp800 juta untuk rehabilitasi kantor Kejari, Rp90 juta untuk rehabilitasi tambahan, serta Rp150 juta untuk interior ruang Kajati dan rumah dinas Aspidsus Kejati.
Di tahun 2022, APBD kembali dipakai untuk merehabilitasi rumah dinas Asdatun dan Kasi Kejari serta pembangunan taman dan ground tank Kejari Jambi dengan total anggaran ratusan juta rupiah.
Tahun 2023 menunjukkan peningkatan signifikan dalam besaran dan jumlah proyek, di antaranya pembangunan rumah dinas Kasi Kejari senilai Rp600 juta, rehabilitasi rumah dinas Kajari Rp150 juta, hingga pemasangan interior ruang Pidsus dan pelataran rumah dinas Asdatun senilai ratusan juta lainnya.
Kondisi makin janggal pada tahun 2024, di mana Pemkot Jambi mengalokasikan Rp6,5 miliar untuk pembangunan gedung Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Kejati Jambi dan Rp1 miliar untuk pembangunan ruang pelayanan satu pintu Kejari Jambi.
Tahun ini, alokasi terus berlanjut. Dalam APBD 2025, Rp1,8 miliar kembali digelontorkan untuk pengadaan dan pemasangan lift serta AC central Kejari Kota Jambi, ditambah Rp585 juta untuk lanjutan pembangunan gedung STIH Kejati.
Berbagai pihak mendesak agar Pemkot Jambi menghentikan praktik pembiayaan institusi vertikal melalui APBD. Pemerintah diminta melakukan evaluasi menyeluruh dan mengedepankan prinsip keadilan anggaran yang berpihak kepada masyarakat.
“Pemerintah daerah harus memastikan setiap rupiah dalam APBD memberikan manfaat nyata bagi publik, bukan justru menjadi beban demi kepentingan lembaga yang sudah dibiayai oleh pemerintah pusat,” tegas seorang anggota DPRD Kota Jambi.
Dengan meningkatnya sorotan publik, Pemerintah Kota Jambi dituntut untuk bersikap terbuka, memberikan klarifikasi rinci, serta menyusun ulang kebijakan anggaran agar lebih akuntabel dan berpihak pada kebutuhan riil masyarakat. Evaluasi dan reformasi kebijakan fiskal daerah menjadi langkah mendesak yang tak bisa ditunda lagi. (Lukman)