Dihukum Tapi Tak Dipenjara: Lemahnya Eksekusi Putusan di Kasus Anak

Jambi — suarajurnalis.online Sidang kasus penganiayaan terhadap anak di bawah umur kembali menggemparkan publik Jambi. Hamidin (40), pelaku penganiayaan brutal terhadap Andi Saputra (12), siswa SDN 69, akhirnya divonis enam bulan penjara dan denda Rp4 juta subsider oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi, Selasa, 29 April 2025, pukul 13.30 WIB.

Bacaan Lainnya

Namun, alih-alih meredakan keresahan, vonis tersebut justru memicu kemarahan keluarga korban dan masyarakat. Mereka menilai hukuman terlalu ringan dan tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami korban. Lebih mengundang tanya, meski telah dinyatakan bersalah, Hamidin hingga kini belum menjalani penahanan dan masih bebas beraktivitas di lingkungan tempat tinggalnya di Jalan Slamet Riyadi, RT 11, Kelurahan Legok, Kota Jambi.

Peristiwa bermula pada Jumat pagi, sekitar pukul 09.00 WIB, di kawasan Kelurahan Legok. Saat itu, Andi dan teman-temannya sedang berjalan menuju rumah seorang teman. Tanpa sengaja, salah satu dari mereka menendang batu yang mengenai seng rumah Hamidin.

Pelaku yang murka langsung keluar rumah. Anak-anak lain melarikan diri, namun Andi yang bertubuh besar tak sempat kabur. Ia menjadi sasaran kemarahan Hamidin. Tanpa belas kasih, pelaku memukul dan menendang kepala Andi hingga korban mengalami pembengkakan serius di sekitar telinga. Hasil visum medis memperkuat bukti adanya luka akibat kekerasan fisik.

Keluarga korban segera melapor ke polisi, namun sempat mendapat penolakan dari petugas SPKT. Ibu korban, Rini Ningsih, mengungkapkan bahwa dalam proses hukum, ia bahkan tidak diizinkan didampingi lembaga bantuan hukum (LBH). Hal ini juga dikuatkan oleh Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan (LPAP) yang turut mengawal kasus ini.

“Kami kecewa berat. Anak kami dianiaya secara keji, tapi pelaku hanya dihukum enam bulan dan belum juga ditahan. Di mana letak keadilan?” ujar Rini kepada wartawan, Selasa, 6 Mei 2025.

LPAP mengkritik keras proses persidangan yang dinilai gagal memberikan perlindungan maksimal bagi korban anak. Mereka menyebut kasus ini sebagai cermin lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran hak anak.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kejaksaan maupun Kepolisian terkait pelaksanaan eksekusi putusan. Sementara masyarakat mulai resah dan mempertanyakan apakah hukum benar-benar berpihak kepada korban.

Kasus ini kini menjadi perhatian luas, terutama di kalangan aktivis perlindungan anak yang menuntut adanya reformasi hukum dan perlakuan yang lebih adil terhadap korban kekerasan, khususnya anak-anak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *