Suara Jurnalis | SORONG – Tim Advokasi Keadilan untuk Rakyat Papua dari LP3BH Manokwari menyampaikan keberatan hukum atas penetapan Abraham Goram Gaman (AGG), Piter Robaha (PR), Nikson May (NM), dan Maksi Sangkek (MS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan makar. Keempatnya kini ditahan oleh Polresta Sorong sejak 28 April 2025.
Yan Christian Warinussy selaku penasihat hukum dari keempat tersangka menegaskan bahwa penetapan status tersangka atas kliennya dinilai terlalu dini dan cenderung mengarah pada kriminalisasi.
“Penerapan pasal makar dalam kasus ini masih sangat prematur. Kami melihat ini belum memenuhi unsur hukum pidana yang berlaku,” ujarnya. Minggu, (17/05/2025).
Dalam pandangan Tim Advokasi, peristiwa hukum yang melibatkan para tersangka bermula dari tindakan mereka mengantar surat permintaan perundingan damai dari pihak yang menyebut diri sebagai Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB). Entitas ini secara legal tidak diakui di Indonesia.
Pihak kuasa hukum mempertanyakan apakah tindakan menyerahkan surat tersebut ke Kantor Wali Kota Sorong dan Kantor Gubernur Papua Barat Daya sudah dapat dikategorikan sebagai upaya makar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dan Pasal 108 KUHP.
“Apakah hanya karena mengantar surat permintaan dialog damai lantas dianggap hendak memisahkan diri dari NKRI? Ini yang harus diuji secara jernih dan adil,” lanjut Warinussy, yang juga Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari dan pemerhati HAM.
Meski demikian, Warinussy menyatakan pihaknya tetap menghormati proses hukum yang dilakukan oleh penyidik Polresta Sorong di bawah pimpinan AKP Arifal Utama, S.T.K., S.I.K., S.H., M.H. Ia menilai penyidik telah bersikap terbuka selama proses berlangsung.
Kuasa hukum juga terus mengawal proses penahanan yang dijalani keempat tersangka sejak 28 April hingga 17 Mei 2025. Menurut Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP, penahanan oleh penyidik berlaku selama 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari oleh Jaksa Penuntut Umum bila proses penyidikan belum rampung.
Tim Advokasi menekankan pentingnya prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dalam setiap tahapan penegakan hukum, terutama pada perkara yang melibatkan ekspresi politik atau aspirasi damai masyarakat adat Papua.
“Kami mengingatkan agar tidak ada pendekatan hukum yang represif dalam menyikapi suara rakyat Papua. Negara hukum harus menjamin perlindungan bagi semua warga negara, termasuk mereka yang menyampaikan aspirasi politik secara damai,” tegas Warinussy.(Ref)