Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy Menyambut Putusan MKRI

Oplus_0

Suara Jurnalis | Manokwari – Pada tanggal 31 Mei 2022, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) memutuskan bahwa Pasal 301 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah inkonstitusional bersyarat. Putusan ini didasarkan pada permohonan uji materi yang diajukan terhadap pasal tersebut, yang mengatur tentang tindak pidana penghinaan terhadap kepala negara atau wakil kepala negara. Pasal ini dianggap melanggar hak kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Putusan MKRI menyatakan bahwa Pasal 301 ayat (1) KUHP tetap berlaku, namun dengan syarat bahwa penerapan pasal tersebut tidak boleh melanggar hak kebebasan berekspresi dan harus sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi serta hak asasi manusia. Dengan kata lain, pasal ini hanya dapat digunakan dalam konteks yang tidak mengekang kebebasan berpendapat secara berlebihan atau sewenang-wenang.

Bacaan Lainnya

Putusan ini merupakan langkah penting dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negara Indonesia, khususnya dalam hal kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, sementara tetap mempertahankan perlindungan terhadap institusi kepala negara dan wakil kepala negara dari penghinaan yang tidak berdasar dan merusak.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy SH menyambut Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang menyatakan pasal 301 ayat (1) Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) inkonstitusional bersyarat.

Berdasarkan Putusan MK Nomor : 78/PUU-XXI/2023, dimana MK menyebut guna adanya kepastian hukum, maka frasa “dengan lisan” pada pasal 433 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 atau KUHP Baru diakomodasi dalam pasal pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 301 ayat (1) KUHP.

Dengan demikian maka norma pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan normatif pasal 310 ayat (1) KUH Pidana.

“Jadi inti putusan MK tersebut menyatakan Pasal 310 ayat (1) KUHP tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, ” kata Warinussy kepada redaksi melalui pesan tertulis. Jumat, (14/06/2024).

Menurutnya, MK dalam putusannya tersebut mengabulkan sebagian permohonan uji materil (judicial review) sejumlah pasal pencemaran nama baik dan berita bohong yang diajukan aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Ashari dan Fatiah Maulidiyanti.

“Menurut kedua aktivis tersebut bahwa keberadaan pasal-pasal yang diuji dalam permohonan justru menghambat dan mengkriminalisasi para Pemohon yang mempunyai fokus kerja yang berhubungan dengan pemajuan hak asasi manusia dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pasal tersebut lagi menurut kedua pemohon, nyatanya digunakan untuk mengkriminalisasi pihak yang kritis terhadap pejabat negara maupun kebijakan pemerintah, ” ujarnya.

Dia menambahkan, “Dengan adanya Putusan MK tersebut, maka pasal 310 ayat (1) KUHP telah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat lagi serta tidak dapat dijadikan “pasal pamungkas” dalam konteks advokasi HAM Di Tanah Papua. Maupun juga tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam membuat Laporan Polisi dan atau pengaduan masyarakat, ” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *