DAP Minta DPR Papua Barat dan Papua Barat Daya Panggil SKK Migas dan BP Indonesia

Suara Jurnalis | Manokwari -;Sekretaris Jenderal Dewan Adat Papua (Sekjen DAP), Yan Christian Warinussy, SH, secara tegas mempertanyakan komitmen SKK Migas dan kontraktornya, BP Indonesia, terkait kewajiban mereka dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk memberikan akses pembagian tenaga listrik kepada masyarakat adat di wilayah pesisir Teluk Bintuni, Teluk Berau, serta Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya.

Menurut Warinussy, sejak proyek LNG Tangguh dimulai pada tahun 2014 hingga saat ini, janji pemberian akses listrik bagi warga terdampak belum juga direalisasikan. Ia menilai hal ini sebagai bentuk kelalaian dalam memenuhi kewajiban sosial yang telah dijanjikan dalam dokumen resmi AMDAL, serta bertentangan dengan amanat Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bacaan Lainnya

“Sebagai Sekjen DAP, saya meminta agar DPR Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya segera memanggil pihak Manajemen SKK Migas dan BP Indonesia untuk menjelaskan kegagalan ini secara terbuka di hadapan publik,” tegas Warinussy. Sabtu, (31/05/2025).

Ia menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam proyek-proyek besar yang berdampak langsung pada masyarakat adat.

DAP, menurut Warinussy, akan mengawal proses ini dengan mengacu pada amanat Pasal 43 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. DAP merasa berkepentingan untuk memastikan bahwa setiap hak masyarakat adat yang telah dijanjikan benar-benar dipenuhi.

Selain isu listrik, Warinussy juga mempertanyakan apakah masyarakat adat di wilayah terdampak proyek LNG Tangguh telah memperoleh bagian dari bagi hasil migas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia menyebut bahwa kejelasan mengenai implementasi hak-hak tersebut masih minim dan perlu ditelusuri lebih lanjut.

DAP juga menyampaikan bahwa lembaganya akan menggunakan seluruh instrumen kelembagaan yang dimiliki, termasuk Statuta, Pedoman Dasar, dan Pedoman Operasional, untuk menjalankan fungsi pengawasan dan advokasi terhadap pemenuhan hak-hak masyarakat adat Papua yang terdampak oleh kegiatan industri ekstraktif.

“Kami akan terus mengawal hal ini, baik melalui pendekatan adat, hukum, maupun jalur politik. Ini adalah tanggung jawab kami sebagai Dewan Adat Papua untuk memastikan masyarakat adat tidak lagi menjadi korban pembangunan yang timpang dan eksploitatif,” tutup Warinussy dengan nada tegas. (Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *