Suara Jurnalis | Sorong, Papua Barat Daya – Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), Yan Christian Warinussy, SH, selaku penasihat hukum dari Terdakwa Abraham Goram Gaman, dkk., menyampaikan keprihatinannya atas kondisi kesehatan salah satu kliennya, Maksi Sangkek.
Pada Senin (25/8) malam sekitar pukul 19:51 WIT, Warinussy menerima pemberitahuan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sorong melalui pesan WhatsApp. Dalam pesan itu disebutkan bahwa Maksi Sangkek mengalami sakit dan harus segera dibawa ke Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Aryoko Sorong untuk mendapatkan perawatan.
“Klien kami, Maksi Sangkek, menderita sakit akut yang kami duga menyerang saluran pernapasan. Kondisinya membutuhkan penanganan medis serius demi keselamatan jiwanya,” ujar Warinussy.
Ia menjelaskan bahwa tim advokat dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari telah lama mengamati kondisi kesehatan Maksi Sangkek. Menurutnya, perawatan medis harus diprioritaskan, mengingat risiko yang bisa membahayakan nyawa terdakwa.
Selain aspek medis, Warinussy menyoroti dimensi budaya yang melekat pada kasus ini. Sebagai warga Papua Asli dari Suku Maybrat, jika Maksi Sangkek dipaksakan untuk dibawa ke Makassar, Sulawesi Selatan, lalu kemudian kesehatannya semakin memburuk hingga berakibat fatal, maka konsekuensi hukum adat dapat berlaku turun-temurun kepada pihak yang dianggap bertanggung jawab.
“Dalam perspektif hukum adat, sakit atau bahkan kehilangan nyawa dalam kondisi seperti ini akan menimbulkan tuntutan adat yang serius. Karena itu, pemindahan tahanan dan sidang perlu dipertimbangkan kembali secara bijak,” tegasnya.
Atas dasar itu, Warinussy mendesak agar para pemangku kepentingan di Sorong maupun Papua Barat meninjau kembali rencana pelimpahan perkara serta pemindahan tempat penahanan dan sidang para terdakwa. Menurutnya, hal ini penting demi menjaga keselamatan kliennya sekaligus menghindari potensi konflik yang lebih besar.
LP3BH Manokwari menegaskan bahwa proses peradilan yang berlangsung di Sorong, dengan prinsip terbuka, netral, dan adil, akan lebih menjamin hadirnya keadilan bagi keluarga terdakwa. Selain itu, hal ini juga akan memberi dampak positif bagi masyarakat Papua Asli di Tanah Papua yang menaruh perhatian besar pada kasus ini.
“Peradilan yang transparan di Sorong adalah penentu lahirnya keadilan sejati. Bukan hanya untuk klien kami, tetapi juga untuk rakyat Papua secara keseluruhan,” pungkas Warinussy.