(Jambi) – suarajurnalis.com Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Jambi kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor PetroChina, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada Selasa (25/03/2025). Aksi ini merupakan bentuk konsistensi AWaSI dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas perusahaan-perusahaan besar, khususnya yang beroperasi di sektor strategis seperti energi dan sumber daya alam.
Berbeda dari aksi sebelumnya, kali ini AWaSI Jambi turut didukung oleh sejumlah elemen masyarakat yang datang dari berbagai kecamatan. Keikutsertaan mereka menjadi bukti bahwa keresahan terhadap aktivitas PetroChina bukan hanya dirasakan oleh aktivis dan wartawan, tetapi telah menyentuh lapisan masyarakat luas.
Ketua Umum AWaSI Jambi, Erfan Indriyawan, SP, dalam pernyataannya menegaskan bahwa terdapat sejumlah proyek yang patut diduga fiktif, berdasarkan hasil investigasi langsung di lapangan. Dalam laporan tersebut, AWaSI menyebutkan bahwa dari anggaran CSR PetroChina tahun 2023 yang mencapai Rp26 miliar, ada sejumlah titik pekerjaan yang tidak ditemukan bukti fisiknya. Temuan ini telah dikonfirmasi langsung ke sejumlah kepala desa yang seharusnya menjadi penerima manfaat proyek tersebut.
“Ini bukan sekadar isu kecil. Jika benar ada proyek fiktif yang melibatkan dana CSR hingga miliaran rupiah, maka ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat lokal dan pelanggaran serius terhadap prinsip tanggung jawab sosial perusahaan,” ujar Erfan.
Laporan hasil investigasi itu, kata Erfan, telah dilaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum. “Kami berharap aparat hukum dapat segera memproses laporan tersebut. Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan karena hukum tumpul ke atas,” tambahnya.
Sembilan Persoalan Besar PetroChina
Dalam orasinya, AWaSI Jambi menyampaikan sembilan persoalan krusial yang mendesak untuk dijelaskan dan dipertanggungjawabkan oleh pihak PetroChina, yaitu:
Sumur gas yang tidak memiliki izin resmi.
Kolam limbah yang dibangun tanpa lapisan geo tekstil, berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
Kerusakan rumah warga akibat aktivitas pengeboran gas.
Kasus kebakaran sumur gas yang menelan tiga korban jiwa.
Hilangnya dana pembangunan Hutan Kota senilai Rp11 miliar tanpa kejelasan.
Aktivitas penampungan tanah galian C yang diduga ilegal.
Pemasangan pipa gas di atas jalan umum yang membahayakan warga.
Pembangunan pelabuhan tanpa izin yang kini terbengkalai.
Dugaan korupsi dalam sejumlah proyek yang dikelola PetroChina.
Potret Buram Tata Kelola CSR dan Keberpihakan Negara
Masalah yang disorot AWaSI Jambi mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan program CSR di tingkat daerah. Dalam banyak kasus, CSR yang seharusnya menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat lokal justru menjadi lahan baru untuk penyimpangan anggaran. Jika benar proyek fiktif terjadi, maka ini adalah bentuk kegagalan moral sekaligus hukum.
Selain itu, persoalan lingkungan yang muncul, mulai dari kolam limbah hingga pipa gas di atas jalan umum, menunjukkan minimnya komitmen terhadap prinsip kehati-hatian dan keselamatan. Negara seharusnya tidak tinggal diam. PetroChina sebagai perusahaan multinasional wajib tunduk terhadap regulasi nasional dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberlanjutan.
Lebih ironis lagi, tragedi kebakaran sumur gas yang merenggut nyawa tiga warga, seharusnya menjadi titik balik bagi seluruh pemangku kebijakan untuk serius melakukan audit terhadap seluruh operasional PetroChina di Indonesia.
Langkah Lanjutan AWaSI Jambi
Untuk menindaklanjuti temuan dan desakan publik, AWaSI Jambi merencanakan sejumlah aksi strategis:
Mengajak masyarakat Kecamatan Geragai dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur untuk kembali turun ke jalan.
Melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bupati Tanjung Jabung Timur sebagai bentuk protes moral terhadap lemahnya pengawasan pemerintah daerah.
Menyampaikan laporan resmi ke SKK Migas melalui kanal “Kawal SKK Migas: Buka, Bawa, Laporkan”.
Menggelar aksi unjuk rasa lanjutan di Jakarta dengan titik aksi di Kantor SKK Migas, Mabes Polri, Kejaksaan Agung RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
AWaSI menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar aksi sesaat. Ini adalah panggilan moral untuk membela hak masyarakat atas lingkungan yang sehat, tata kelola pemerintahan yang bersih, dan hak untuk mendapatkan kejelasan dari perusahaan yang beroperasi di tanah mereka.
“Kalau negara absen, maka suara rakyat tidak boleh diam,” pungkas Erfan. (Red).