Peringatan ke – 62 Perjanjian New York, Momen Bersejarah Indonesia dan Papua

Suara Jurnalis | Manokwari – Peringatan ke-62 Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 2024 adalah momen penting yang menandai peristiwa bersejarah dalam hubungan Indonesia dengan Papua. Perjanjian New York, yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962, merupakan kesepakatan yang menjadi dasar pengalihan administrasi wilayah Papua Barat dari Belanda kepada Indonesia, dengan intervensi PBB. Kesepakatan ini membuka jalan bagi Papua untuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peringatan ini memiliki makna mendalam bagi banyak pihak, terutama terkait dengan sejarah dan masa depan Papua dalam bingkai NKRI. Bagi sebagian orang, peringatan ini merupakan pengingat akan proses integrasi Papua ke dalam Indonesia, sementara bagi yang lain, ini juga menjadi saat untuk merefleksikan dampak dan konsekuensi dari perjanjian tersebut terhadap kehidupan sosial, politik, dan budaya masyarakat Papua.

Bacaan Lainnya

Hal itu disampaikan Yan Christian Warinussy SH kepada media melalui pesan tertulis. Jumat (16/08/2024).

“Peringatan Peristiwa penandatangan Perjanjian New York (New York Agreement) 15 Agustus 1963 yang ke-62 pada hari Kamis, 15 Agustus 2024 merupakan bagian dari peringatan peristiwa yang dipandang telah menjadi sebab dari hadirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Tanah Papua,” kata pembela hak asasi manusia dan juga Advokat tanah Papua.

Menurutnya, perjanjian ini dipandang oleh rakyat Papua sebagai sebab dari beralihnya kekuasaan administratif pemerintahan di Tanah Papua dari Pemerintah Netherlands Nieuw Guinea sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Kerajaan Belanda di Den Hague tahun 1963 kepada Pemerintah NKRI.

“Isi perjanjian tersebut pula mengatur tentang akan diselenggarakan nya kesempatan bagi rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri melalui penyelenggaraan apa yang disebut sebagai Act Of Free Choice (Tindakan Pilihan Bebas)  atau yang oleh Pemerintah Indonesia disebut sebagai Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tanggal 14 Juli hingga 2 Agustus 1969, ” ujarnya.

Act of of Free Choice atau Tindakan Pilihan Bebas yang disebut Pepera tersebut rupanya menurut data yang ada telah “dipersiapkan” untuk Indonesia dapat “memenangkan” nya.

Hal mana ditandai dengan adanya tindakan penangkapan dan pemenjaraan sejumlah orang-orang Asli Papua tanpa melalui sebuah proses hukum yang kredibel, tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari saya memberi apresiasi kepada Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan segenap organ perjuangannya di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, ” kata Yan Christian Warinussy Direktur Eksekutif LP3BH.

Lanjutnya mengatakan, “apresiasi mana saya sampaikan sehubungan dengan kemampuan KNPB Manokwari dalam mengendalikan massa unjuk rasa damainya pada hari Kamis (15/8) secara Arif dan bijaksana serta damai, ” tambahnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, aksi unjuk rasa tidak terjadi peristiwa melanggar hukum.

“Kami juga memberi apresiasi kepada Kapolresta Manokwari dan jajarannya yang dengan sabar dapat menjaga keamanan pada aksi yang sesungguhnya bertujuan ke pertigaan Jalan Makalew, Fanindi. Namun akhirnya aksi damai dapat berlangsung dengan baik di Jalan Gunung Salju (di depan Asrama Mahasiswa Mansinam).

Yang terpenting pesan bahwa eksistensi Perjanjian New York senantiasa bermasalah dan selalu dipersoalkan oleh mayoritas rakyat Asli Papua. Oleh sebab itu saya juga mendorong KNPB agar dapat membawa masalah penandatanganan Perjanjian New York ini untuk dibahas dan dicari solusinya secara politik dalam dialog damai atau negosiasi politik dalam waktu dekat ini, ” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *