Suara Jurnalis | Manokwari – Penganiayaan terhadap warga sipil oleh siapa pun, termasuk oleh anggota TNI, adalah pelanggaran serius terhadap hukum dan hak asasi manusia. Hal ini harus diselidiki secara menyeluruh dan yang bersalah harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan semacam itu tidak dapat dibenarkan dalam masyarakat yang beradab dan harus ditangani dengan tegas oleh pihak berwenang.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif LP3BH Yan Christian Warinussy SH kepada media melalui pesan WhatsApp. Selasa (26/03/2024).
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Christian Warinussy menyampaikan bahwa status Definus Kogoya yang menjadi korban penganiyaan oleh 13 Oknum TNI AD adalah warga sipil.
“Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya meminta dengan hormat kepada semua pihak, termasuk institusi asal ke-13 terduga pelaku yang kini berstatus tersangka dugaan kekerasan dan atau penganiayaan terhadap Definus Kogoya, seorang warga sipil di sekitar wilayah Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua Tengah. LP3BH Manokwari sangat meyakini bahwa status Definus Kogoya adalah warga sipil, ” katanya.
Menurutnya, tidak terdapat bukti kuat yang dapat digunakan oleh siapapun untuk menyatakan bahwa Definus Kogoya adalah anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
“Dalam posisinya sebagai warga sipil, maka dia sangat dilindungi hak – haknya di dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bahkan dia pula dilindungi oleh asas praduga tidak bersalah (presumption of inocent) dan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law), ” ujarnya.
Kogoya jika diduga sebagai bagian dari kelompok kriminal bersenjata (KKB), maka perlakuan yang mesti dihadapinya adalah sebagai mana diatur dalam KUHAP. Serta pula sebagaimana diatur dalam Undang Undang No.5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Regarding Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).
“Apabila Definus Kogoya dalam posisi sebagai indikasi anggota TPNPB sebagai pihak pemberontak sebagaimana dilindungi dalam Konvensi Jenewa III Tahun 1949 sebagai tawanan perang. Dengan demikian LP3BH Manokwari menyambut langkah Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk mengambil langkah penegakan hukum, ” ucapnya.
Namun LP3BH Manokwari juga mendorong Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk memerintahkan keikutsertaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) dalam melakukan penyelidikan menurut Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus Definus Kogoya tersebut.
“Argumentasi kami (LP3BH) Manokwari, adalah bahwa saksi korban Definus Kogoya dalam posisi tidak berdaya serta dianiaya secara sadis dan tidak berperikemanusiaan oleh para oknum anggota TNI AD dari Satuan Raider Yonif 300/Brawijaya Kodam III Siliwangi. Korban Kogoya tidak berada dalam kemampuan dan tanpa diberi kesempatan membela diri dari tuduhan dan deraan hukuman di luar proses hukum yang telah dilakukan para oknum anggota TNI AD tersebut. Sehingga diduga keras perbuatan para oknum anggota TNI AD tersebut pula telah melanggar amanat pasal 7, pasal8 dan pasal 9 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Sehingga mereka sangat layak juga dimintai keterangan oleh Komnas HAM RI, ” jelasnya.
Selanjutnya kata Warinussy , Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad) dan Komnas HAM RI dapat berdiskusi dan berkoordinasi tentang kepentingan hukum warga sipil yang sangat terganggu akibat perbuatan para oknum anggota TNI tersebut.
“Sehingga ucap Warinussy, penerapan hukum yang diperlakukan dalam perkara ini tepat dan dapat memenuhi perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat di Tanah Papua. Utamanya saksi korban Definus Kogoya dan keluarganya di wilayah Kabupaten Puncak Jaya dan sekitarnya di Provinsi Papua Tengah, ” pungkasnya.