Warinussy Desak Polres Teluk Bintuni Periksa Mantan Kadis PUPR

Jerat Fakta | Manokwari – Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), Yan Christian Warinussy, kembali mendesak Kepolisian Resor Teluk Bintuni agar mengembangkan penyidikan terhadap Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Teluk Bintuni, Andarias Tomi Tulak.

Desakan ini disampaikan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum masyarakat adat Simei-Obo yang menjadi pihak paling terdampak atas dugaan korupsi pembangunan jalan di wilayah mereka. Sabtu, (14/06/2025).

Bacaan Lainnya

Warinussy menegaskan bahwa mantan Kadis PUPR selaku Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam kasus pembangunan Jalan Simei-Obo. Sebab, dalam praktiknya, pembayaran anggaran proyek ini tetap dilakukan meskipun fisik pekerjaan di lapangan diduga tidak ada alias fiktif.

Menurut Warinussy, tindakan Andarias Tomi Tulak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Salah satu poin penting yang dilanggar adalah kewajiban PA/KPA untuk menguji tagihan dan memastikan pelaksanaan anggaran sesuai progres kerja yang dilaporkan oleh konsultan pengawas.

“Jika laporan pengawasan menunjukkan pekerjaan fiktif, maka seharusnya tidak dilakukan pencairan. Tapi justru dokumen SPP, SPM hingga LS tetap ditandatangani oleh PA/KPA,” ujar Warinussy. Ia menilai hal ini menjadi dasar kuat untuk mempersangkakan unsur Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam proyek pembangunan Jalan Simei-Obo tersebut, telah dicairkan dana dari APBD sebesar Rp6 miliar. Namun, ironisnya, pelaksanaan fisik di lapangan justru tidak didanai oleh anggaran itu, melainkan oleh dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan PT Wijaya Sentosa yang beroperasi di wilayah tersebut.

Fakta bahwa masyarakat adat Simei-Obo sendiri yang membangun jalan tersebut secara swadaya dengan dukungan dana CSR memperkuat dugaan bahwa pencairan anggaran APBD adalah bentuk manipulasi dan korupsi terstruktur. Warinussy menyebut hal ini sebagai bukti nyata praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat.

Lebih lanjut, Warinussy meminta agar Polres Teluk Bintuni tak hanya berhenti pada pemeriksaan terhadap pelaksana proyek saja, melainkan menyasar ke jajaran pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni yang terlibat. Termasuk oknum yang saat ini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) berinisial RT.

“Penanganan perkara ini tidak boleh setengah hati. Harus tuntas hingga ke aktor intelektualnya yang ikut menyetujui dan menandatangani pencairan dana proyek fiktif,” tegasnya. Ia juga mengingatkan agar tidak ada intervensi politik dalam proses hukum agar keadilan benar-benar ditegakkan.

Sebagai bentuk pengawasan masyarakat sipil, Warinussy melalui Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini. Ia memastikan bahwa masyarakat adat Simei-Obo akan terus menuntut keadilan atas penyalahgunaan anggaran pembangunan di tanah mereka.

“Jangan sampai masyarakat yang sudah bersusah payah membangun infrastruktur sendiri justru dipermainkan oleh elit yang mengatasnamakan pembangunan tapi menilap dana publik,” tutup Warinussy.

Ia meminta agar penyidik Polres Teluk Bintuni segera memeriksa dan menetapkan status hukum terhadap mantan Kadis PUPR Teluk Bintuni tersebut. (Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *