Suara Jurnalis | Manokwari – Dewan Adat Papua (DAP) menyatakan sikap tegas mendukung Kepolisian Republik Indonesia untuk menyelidiki dugaan pidana dalam aktivitas pertambangan nikel yang terjadi di Kepulauan Raja Ampat, wilayah yang termasuk dalam Wilayah III Adat Doberay dan Provinsi Papua Barat Daya.
Sekretaris Jenderal DAP, Yan Christian Warinussy, SH menyatakan bahwa lembaga adat tertinggi di Tanah Papua itu mengecam keras pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menyarankan penyelesaian persoalan tambang tersebut melalui pendekatan adat.
“Kami dari DAP dengan tegas menolak pernyataan Menteri ESDM itu. Secara struktural dan substansial, Bahlil Lahadalia bukan anak adat Papua,” tegas Warinussy dalam keterangan persnya, Jumat (14/06/2025).
Menurutnya, pendekatan penyelesaian adat tidak relevan digunakan dalam kasus dugaan pidana pertambangan nikel yang nyata-nyata telah merusak kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia seperti Raja Ampat.
DAP menilai, segala bentuk dugaan tindak pidana dalam urusan pertambangan harus diselesaikan sesuai mekanisme hukum positif Indonesia, sesuai ketentuan KUHAP dan kewenangan penyidikan oleh Kepolisian RI.
“Kita tunduk pada hukum nasional, bukan pada kepentingan politik atau etnis luar yang tidak paham konteks adat Papua,” lanjut Warinussy.
DAP juga menekankan bahwa eksploitasi nikel di Pulau Gag dan pulau-pulau lain di Raja Ampat selama ini mengancam keberlanjutan lingkungan serta hak hidup masyarakat adat yang tinggal dan menggantungkan hidup dari kawasan tersebut.
“DAP sebagai pemegang otoritas masyarakat adat Papua tidak pernah memberikan izin atas aktivitas pertambangan tersebut. Ini murni kegiatan yang mengabaikan prinsip kearifan lokal dan hukum adat Papua,” ujarnya.
Pimpinan DAP juga memberikan dukungan penuh kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas praktik pertambangan yang diduga ilegal dan merugikan lingkungan serta masyarakat adat di Raja Ampat.
Warinussy menyebut, saat ini pihaknya siap menjalin komunikasi dengan Mabes Polri, khususnya dengan Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim, guna menyampaikan data dan fakta lapangan terkait tambang-tambang nikel yang beroperasi tanpa legitimasi sosial dan adat.
“Kami terbuka untuk konsultasi dan dialog dengan penyidik Mabes Polri. Kami juga siap mengawal langsung jalannya proses hukum terhadap pelaku usaha tambang yang melanggar hukum,” tegasnya.
Selain menyatakan dukungan kepada Polri, DAP juga menyampaikan penghargaan tinggi kepada Senator asal Papua, Mananwir Paul Finsen Mayor, yang selama ini konsisten menyuarakan persoalan hak masyarakat adat di lembaga legislatif nasional.
Warinussy menilai, keberanian Senator Paul Mayor dalam membela masyarakat adat Papua merupakan bentuk nyata perjuangan konstitusional yang patut dicontoh oleh wakil-wakil Papua lainnya.
“Kami angkat topi kepada Mananwir Paul Mayor. Suara beliau di Senayan adalah representasi dari jeritan rakyat adat yang selama ini diabaikan oleh pemerintah pusat,” katanya.
DAP menegaskan bahwa keberadaan tambang di kawasan Raja Ampat, apapun alasannya, tidak boleh mengabaikan status kawasan tersebut sebagai salah satu destinasi wisata dunia yang dilindungi secara nasional maupun internasional.
Selain itu, eksploitasi nikel dinilai telah merusak nilai ekosistem laut, mengganggu habitat satwa endemik, serta merusak tradisi dan budaya masyarakat adat pesisir di Raja Ampat.
Menurut Warinussy, saat ini telah terjadi pelanggaran nyata terhadap hak-hak dasar masyarakat adat yang dilindungi oleh berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
“Oleh karena itu, penyelesaian hukum melalui pendekatan pidana adalah satu-satunya jalan. Ini bukan ranah adat seperti yang diklaim saudara Bahlil,” tukasnya.
DAP juga mengingatkan bahwa segala bentuk pernyataan pejabat publik yang tidak memiliki basis adat atau kewenangan hukum dapat menyesatkan publik dan melemahkan upaya penegakan hukum yang sedang berjalan.
“Kami tidak ingin konflik baru terjadi di tanah Papua akibat pernyataan sepihak yang tidak memiliki dasar,” ujar Warinussy menutup pernyataannya.
(Refly)