Teror Terhadap Keadilan, Advokat Warinussy Tegaskan Percobaan Pembunuhan Dirinya Direncanakan

Suara Jurnalis | Manokwari, —
Seorang Advokat senior dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, secara tegas menyatakan bahwa upaya percobaan pembunuhan terhadap dirinya pada Rabu, 17 Juli 2024 lalu, bukanlah kejahatan biasa. Ia menilai peristiwa itu sebagai bentuk teror terencana yang bertujuan membungkam suara keadilan bagi rakyat Papua.

Warinussy menyampaikan hal tersebut dalam pernyataan resmi yang disampaikannya pada Senin (28/07/2025) di Manokwari.

Bacaan Lainnya

Ia menegaskan bahwa serangan terhadap dirinya adalah bentuk kriminalisasi terhadap pembela HAM dan pencari keadilan yang kritis terhadap situasi ketidakadilan struktural yang masih melanda Tanah Papua.

“Ini bukan sekadar kriminal, ini adalah pesan teror bagi kita semua, terutama Orang Asli Papua yang selama ini terus bersuara tentang keadilan,” tegasnya.

Mengacu pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Warinussy menekankan perannya yang dilindungi hukum dalam menjalankan tugas profesinya. Ia menyatakan tetap menjunjung tinggi lembaga peradilan, khususnya Pengadilan Negeri Manokwari, sebagai benteng terakhir keadilan.

Namun, seraya menaruh hormat pada pengadilan, ia juga mengingatkan bahwa hukum tidak boleh dibajak oleh mereka yang ingin menyembunyikan kebenaran lewat cara-cara kekerasan. Baginya, penembakan itu adalah simbol kekuatan yang ingin menaklukkan suara hukum dengan senjata.

Dalam proses persidangan perkara pidana nomor 124/Pid.Sus/2025/PN.Mnk atas nama Terdakwa Zakarias Tibiay, Warinussy menilai ada kejanggalan. Ia menyebut bahwa narasi balas dendam yang dibangun oleh penuntut umum terlalu menyederhanakan motif sebenarnya dari peristiwa tersebut.

Ia mengungkapkan bahwa terdapat dugaan kuat bahwa peristiwa itu direncanakan dengan matang, dengan target pembunuhan terhadap dirinya. Indikatornya terlihat dari jarak tembak, alat yang digunakan, serta titik sasaran yang dituju secara langsung ke tubuhnya.

“Jelas sekali, alat dan cara yang digunakan dirancang untuk menghilangkan nyawa saya. Ini bukan kebetulan, ini adalah desain teror,” ujar Warinussy dalam pernyataannya.

Menurutnya, ada relasi bisnis antara saksi Ardianto dan seseorang bernama Otis yang digunakan sebagai celah untuk menyusun skenario kriminal terhadapnya. “Relasi ini dipakai sebagai ruang untuk menarasikan motif sederhana, padahal motifnya kompleks dan berbahaya,” katanya.

Ia khawatir proses hukum yang berjalan malah berpotensi menyebabkan kekeliruan pemidanaan terhadap terdakwa Zakarias Tibiay. Oleh karena itu, Warinussy berharap Majelis Hakim mampu membaca dengan jernih segala fakta yang terungkap selama persidangan.

Ia mengapresiasi pimpinan sidang, Hakim Ketua Ibu Helmin Somalay, SH, MH, yang menurutnya menunjukkan sikap kehati-hatian dan integritas dalam memimpin jalannya sidang.

Sebagai bagian dari komunitas pembela HAM di Indonesia dan Tanah Papua, Warinussy menyerukan agar pengadilan tidak berhenti pada terdakwa tunggal, tetapi mampu menarik benang merah yang mengarah pada pelaku intelektual di balik upaya pembunuhan ini.

“Ini soal martabat hukum dan masa depan Papua. Jika pembela HAM bisa ditembak, lalu siapa lagi yang bisa bersuara untuk rakyat?” tanyanya retoris.

Dirinya menyatakan bahwa kasus ini menjadi refleksi betapa rapuhnya perlindungan hukum bagi pembela HAM di Papua, terlebih bagi mereka yang konsisten menyuarakan kritik terhadap ketimpangan struktural.

Warinussy pun mengajak publik, masyarakat sipil, serta komunitas hukum nasional dan internasional untuk memantau proses hukum yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri Manokwari.

Ia menekankan bahwa pembela HAM di Papua tidak boleh dibungkam oleh kekerasan.

“Kami bukan musuh negara. Kami adalah suara rakyat yang ingin hukum berdiri tegak di atas keadilan,” tegasnya.

Sambil menunggu putusan akhir dari majelis hakim, Warinussy mengatakan bahwa dirinya tidak akan mundur selangkah pun dari jalur hukum, karena itu adalah satu-satunya jalan menuju keadilan bagi Tanah Papua.

“Saya tidak takut. Saya hanya ingin hukum dan kebenaran tegak di bumi Papua,” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *