Sudah Ada SPDP ke KPK, Mengapa Dugaan Korupsi KPU Teluk Bintuni Belum Tuntas?

Suara Jurnalis | Manokwari, Papua Barat — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, kembali menyuarakan keprihatinannya terkait stagnasi proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dana hibah KPU Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2020.

Kasus ini menyangkut penyalahgunaan dana hibah kegiatan operasional Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Teluk Bintuni serta dana pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 yang diduga kuat terjadi pelanggaran hukum dalam proses penggunaannya.

Bacaan Lainnya

Menurut Warinussy, kasus ini sebelumnya telah masuk dalam tahap penyidikan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Teluk Bintuni, bahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan nomor: B-949/R.2.13/Fd.1/09/2023, tertanggal 27 September 2023, telah resmi dikirimkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).

Selain kepada KPK, tembusan SPDP juga telah disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Direktur Penyidikan pada Jampidsus RI, serta kepada Kajati Papua Barat dan para asisten di lingkungan Kejati Papua Barat, menunjukkan bahwa proses ini bukan main-main.

Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan publik terkait kelanjutan proses hukum tersebut. Warinussy menyoroti bahwa sejak bergesernya Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Muhammad Syarifuddin, SH, MH dan beberapa pejabat lainnya, perkembangan kasus ini terkesan stagnan.

“Maka tumpuan harapan rakyat di Kabupaten Sisar Matiti ada di pundak Kajati Papua Barat yang baru,” tegas Warinussy dalam keterangannya, mengingat pentingnya dukungan pimpinan baru terhadap penegakan hukum yang bersih dan berkeadilan.

Warinussy pun mendesak Kajari Teluk Bintuni Jusak Elkana Ajomi, SH, MH untuk segera menggelar ekspose perkara dan menentukan tersangka yang bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan anggaran yang mencapai miliaran rupiah tersebut.

Ia mengingatkan bahwa sesuai amanat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, proses hukum tidak boleh berhenti hanya karena adanya pergantian pejabat.

“Sudah ada SPDP ke KPK RI, artinya tidak ada alasan hukum untuk menghentikan penyidikan. Ini kewajiban penegak hukum,” ujarnya menegaskan posisi LP3BH yang selama ini konsisten mengawal kasus-kasus korupsi di Tanah Papua.

LP3BH sebagai lembaga masyarakat sipil terus mendorong keterbukaan dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik, terlebih dalam momentum politik seperti Pilkada yang rentan disalahgunakan.

Warinussy juga meminta keterlibatan aktif dari Kejati Papua Barat dalam memonitor dan mendukung penuh langkah-langkah progresif Kejari Teluk Bintuni agar kasus ini tidak berakhir tanpa kepastian hukum.

“Ini soal integritas institusi penegak hukum. Jangan biarkan rakyat berpikir bahwa kasus ini sengaja ‘dipeti-eskan’. Penegakan hukum harus transparan dan menjunjung prinsip keadilan,” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *