Suara Jurnalis | Manokwari – Persidangan lanjutan perkara dugaan tindak pidana makar yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar kembali menarik perhatian publik. Dalam sidang yang berlangsung Selasa (14/10), majelis hakim memutuskan untuk tidak menghadirkan saksi-saksi fakta yang tersisa dalam berkas perkara keempat terdakwa.
Keempat terdakwa tersebut adalah Penatua Abraham Goram Gaman, Penatua Piter Robaha, Nikson May, dan Maksi Sangkek. Mereka akhirnya dihadirkan di persidangan sebagai saksi mahkota, yakni saksi yang juga berstatus sebagai terdakwa dalam perkara yang sama.
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, para terdakwa menyatakan bahwa keterangan saksi-saksi fakta sebelumnya adalah benar. Mereka menegaskan bahwa Terdakwa Abraham Goram Gaman hanya bertugas mengantar surat dari Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), Forkorus Yaboisembut, yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Surat tersebut, menurut keterangan para terdakwa, tidak memiliki maksud lain selain menyampaikan tembusan administratif kepada sejumlah pejabat di wilayah Papua Barat Daya. Surat itu turut ditembuskan kepada Walikota Sorong, Bupati Sorong, Kapolresta Sorong, Kapolres Sorong, Gubernur Papua Barat Daya, dan Kapolda Papua Barat Daya.
Dalam jalannya persidangan, Tim Penasihat Hukum dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari) turut mendampingi keempat terdakwa. Tim hukum tersebut terdiri dari Advokat Pither Ponda Barani, SH dan Advokat Pegie Sarumi, SH, yang aktif memberikan pembelaan hukum secara profesional.
Terdakwa Abraham Goram Gaman dalam keterangannya menjelaskan bahwa dirinya dan para terdakwa lainnya mengetahui bahwa NFRPB belum memiliki kedudukan hukum yang sah seperti Republik Indonesia, karena belum memperoleh pengakuan internasional.
“Kami (saya dan terdakwa lain) masih menjadi warga negara Republik Indonesia. Buktinya kami masih memiliki KTP WNI, meskipun kami juga mempunyai KTP NFRPB,” ujar Gaman di hadapan majelis hakim dengan nada tegas.
Pernyataan tersebut disambut dengan catatan oleh tim penasihat hukum bahwa kepemilikan dua identitas tidak otomatis meniadakan status kewarganegaraan Indonesia para terdakwa, sebab mereka masih tunduk pada sistem hukum nasional.
Dalam sidang yang berlangsung terbuka untuk umum itu, majelis hakim juga menegaskan pentingnya menghadirkan ahli hukum pidana untuk memberikan pendapat akademik terkait apakah tindakan para terdakwa memenuhi unsur makar sebagaimana dimaksud dalam KUHP.
Agenda persidangan berikutnya dijadwalkan pada Kamis (16/10), dengan agenda pemeriksaan ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kehadiran ahli ini diharapkan dapat memberi pandangan obyektif bagi majelis hakim.
Dari pihak pembela, Tim LP3BH Manokwari akan menurunkan dua advokat, yakni Advokat Thresje Jullianty Gasperzs, SH dan Advokat Pither Ponda Barani, SH, untuk mendampingi para terdakwa dalam proses pembuktian lanjutan.
Sebagai lembaga yang konsisten mengawal prinsip keadilan, hak asasi manusia, dan supremasi hukum, LP3BH Manokwari berkomitmen untuk memastikan agar seluruh proses peradilan berlangsung adil, transparan, dan menghormati hak-hak para terdakwa sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
(Refly)