Sidang Makar Empat Aktivis Papua: Tiga Saksi JPU Tak Lihat Unsur Makar

Suara Jurnalis | Makassar, — Sidang perkara dugaan makar dengan Terdakwa Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Nikson May, dan Maksi Sangkek kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A Khusus. Selasa, (07/10/2025).

Sidang kali ini memasuki agenda lanjutan pemeriksaan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Sorong.

Bacaan Lainnya

Sidang berlangsung secara daring (online) dari ruang sidang PN Makassar, sementara para saksi dihadirkan melalui aplikasi Zoom Meeting dari kantor Kejaksaan Negeri Sorong. Persidangan dipimpin oleh majelis hakim yang tetap memberikan kesempatan penuh kepada tim kuasa hukum untuk mengajukan pertanyaan terhadap saksi-saksi.

Dalam agenda pemeriksaan kali ini, tiga orang saksi dihadirkan oleh pihak JPU, yaitu Reski Ainun Safitri, staf honorer Pemerintah Daerah Kota Sorong; Rainer Agustina Rumakiek, staf pada Sekretariat DPRD Papua Barat Daya; serta Salomina, Ketua RT di lingkungan tempat tinggal Terdakwa Piter Robaha.

Menurut laporan Advokat Pither Ponda Barani, yang mendampingi keempat Terdakwa, dua saksi pertama yakni Reski Ainun Safitri dan Rainer Agustina Rumakiek hanya mengetahui dan mengenal Abraham Goram Gaman sebagai orang yang pernah mengantarkan surat ke kantor Pemerintah Kota Sorong dan Sekretariat DPRD Papua Barat Daya.

Kedua saksi tersebut tidak pernah melihat kehadiran tiga Terdakwa lainnya, yakni Piter Robaha, Nikson May, dan Maksi Sangkek dalam peristiwa yang dimaksud dalam surat dakwaan. Bahkan mereka tidak mengetahui adanya tindakan yang mengarah pada dugaan makar sebagaimana disebutkan dalam dakwaan JPU.

Sementara itu, saksi ketiga, Salomina, yang merupakan Ketua RT di lingkungan tempat tinggal Piter Robaha, memberikan keterangan bahwa Terdakwa dikenal di lingkungannya sebagai seorang nelayan dan juga aktif dalam kegiatan gereja sebagai Penatua. Ia menegaskan bahwa tidak pernah mengetahui adanya kegiatan mencurigakan atau pertemuan politik di rumah Terdakwa.

Dari keterangan ketiga saksi yang dihadirkan oleh Jaksa, tidak ada satu pun yang menyebutkan adanya tindakan makar atau permufakatan jahat yang dilakukan oleh para Terdakwa sebagaimana disebut dalam dakwaan. Fakta ini memperkuat pembelaan tim hukum bahwa kasus ini minim bukti substantif.

Kuasa hukum para Terdakwa menilai bahwa hingga tahap ini, unsur makar sebagaimana Pasal 106 KUHP yang didakwakan oleh JPU belum dapat dibuktikan secara hukum. “Tidak ada satu pun saksi yang menyatakan para klien kami melakukan tindakan makar. Semua hanya mengenal secara administratif,” ujar Advokat Pither Ponda Barani.

Ia juga menilai bahwa dakwaan JPU terlalu dipaksakan karena seluruh keterangan saksi justru menunjukkan aktivitas sosial dan keagamaan yang wajar dari para Terdakwa, terutama Piter Robaha yang sehari-hari mencari nafkah di laut dan aktif dalam pelayanan gereja.

Persidangan kemudian ditutup oleh majelis hakim setelah memastikan seluruh saksi memberikan keterangan secara tuntas. Majelis memutuskan untuk menunda persidangan hingga Kamis, 9 Oktober 2025, dengan agenda masih melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi dari pihak JPU.

Sidang daring ini menjadi perhatian sejumlah kalangan masyarakat sipil dan pegiat HAM yang menilai kasus ini memiliki indikasi kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi di tanah Papua. Mereka berharap agar proses hukum berjalan objektif, transparan, dan menjunjung tinggi prinsip keadilan.

Dengan demikian, sidang perkara makar empat aktivis asal Papua ini terus berlanjut dengan sorotan publik yang semakin besar, menanti sejauh mana alat bukti dan saksi yang diajukan JPU dapat benar-benar membuktikan unsur pidana makar di hadapan hukum.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *