Suara Jurnalis | Manokwari – Persidangan lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Gedung Kantor Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Papua Barat kembali digelar pada Jumat (7/3) di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B.
Menurut Advokat Yan Christian Warinussy, SH, yang mengikuti jalannya sidang, persidangan kali ini dipimpin oleh Hakim Ketua Helmin Somalay, SH, MH, dengan agenda pemeriksaan tiga saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mustar, SH, MH, beserta tim dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat.
Tiga saksi yang dihadirkan adalah Martha Heipon, Marinus Bonepay, dan Suryati. Dalam keterangannya, Martha Heipon, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), menegaskan bahwa proyek pembangunan gedung telah selesai pada akhir tahun 2017.
“Di akhir tahun 2017, gedung kantor sudah selesai dan siap digunakan. Kami bahkan sempat membersihkan dan menata ruangan. Namun, karena Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Papua Barat dilebur ke Dinas Pekerjaan Umum, akhirnya gedung tersebut tidak bisa ditempati,” ungkap Heipon saat menjawab pertanyaan JPU. Jumat, (07/03/2025).
Selain itu, Heipon juga mengungkapkan bahwa meskipun gedung telah selesai, aliran listrik belum terpasang saat itu. Ia menegaskan bahwa serah terima gedung dari penyedia jasa, PT Trimese Perkasa dengan KSO CV Maskam Jaya, kepada pemerintah daerah telah dilakukan di akhir tahun 2017, dihadiri oleh beberapa pihak terkait.
Sementara itu, saksi Marinus Bonepay mengaku hanya meminjamkan profil perusahaannya, CV Maskam Jaya, kepada terdakwa Bambang Pramujito dan Konsultan Pengawas, Titus Eko Prasetyo. Bonepay juga menegaskan bahwa terdakwa D.A. Winarta hanya berperan sebagai pemberi modal kepada anaknya, Bambang Pramujito, untuk mengerjakan proyek tersebut.
“Terdakwa Winarta tidak hadir saat pertama kali Bambang Pramujito dan Titus Eko Prasetyo datang ke rumah saya di Kompleks Bumi Marina untuk meminjam perusahaan saya,” jelas Bonepay saat menjawab pertanyaan Penasihat Hukum terdakwa, Yan Christian Warinussy.
Saksi lainnya, Suryati, yang merupakan mantan Bendahara Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Papua Barat, mengungkapkan bahwa pembayaran proyek senilai Rp 4 miliar lebih telah dilakukan 100 persen karena seluruh dokumen pencairan telah lengkap, termasuk berita acara serah terima pekerjaan dan foto dokumentasi.
Keterangan para saksi memperjelas bahwa proyek pembangunan gedung sebenarnya telah rampung, tetapi akibat perubahan struktur organisasi perangkat daerah (OPD), gedung tersebut tidak dapat ditempati. Kondisi ini diperparah dengan minimnya perawatan, sehingga bangunan mengalami kerusakan dan terjadi penjarahan fasilitas di dalamnya.
Kini, kasus ini menjadi sorotan karena berujung pada perkara tindak pidana korupsi yang sedang disidangkan. Sidang lanjutan akan kembali digelar pada hari Senin 10/3 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya yang akan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
(Refly)