Suara Jurnalis | Manokwari, – Persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Jembatan Kali Wasian Tahap III di Kabupaten Teluk Bintuni, yang menyeret Jhony Koromad sebagai salah satu terdakwa, memasuki babak akhir. Penasihat hukum terdakwa, Yan Christian Warinussy, menyatakan bahwa sidang pembacaan putusan akan digelar pada Rabu, 23 Juli 2025 mendatang.
Sidang yang terdaftar dengan Nomor Perkara: 11/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mnk tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Helmin Somalay, SH, MH, dengan hakim anggota Pitaryanto, SH dan Hermawanto, SH. Ester Maniani, SH bertindak sebagai panitera pengganti dalam perkara ini.
Dalam persidangan sebelumnya pada Rabu, 16 Juli 2025, Jaksa Penuntut Umum Agung Satriadi Putra, SH, MH yang juga menjabat sebagai Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni membacakan tanggapan (replik) atas nota pembelaan (pledoi) terdakwa dan penasihat hukumnya.
Namun, dalam replik setebal tiga halaman itu, JPU tidak memberikan tanggapan spesifik terhadap substansi pembelaan yang diajukan, baik oleh terdakwa Jhony Koromad maupun oleh tim penasihat hukumnya.
Merespons hal tersebut, tim penasihat hukum menyampaikan duplik secara lisan pada sidang Kamis, 17 Juli 2025. Dalam tanggapannya, penasihat hukum menegaskan kembali bahwa perkara ini bermula dari implementasi pokok pikiran Saksi Simon Dowansiba.
Dalam kesaksiannya, Simon Dowansiba disebut memanggil tiga orang, yakni Fredi Parubak, Jhony Koromad, dan Mujiburi Anshar Nurdin, untuk terlibat dalam proyek pembangunan Jembatan Wasian Tahap III. Masing-masing memiliki kedekatan personal dengan saksi Simon.
Fredi Parubak ditunjuk sebagai pelaksana proyek, Jhony Koromad dipercaya menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sementara Mujiburi Anshar Nurdin meminjamkan badan usahanya, PT. Nusa Marga Raya, untuk mengikuti lelang proyek.
Penasihat hukum menegaskan bahwa fakta-fakta persidangan secara terang benderang menunjukkan bahwa Jhony Koromad tidak pernah menerima aliran dana dari proyek yang diduga merugikan negara sebesar Rp3,28 miliar tersebut.
Tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan bahwa kliennya menerima uang tunai, transfer, maupun gratifikasi dari pihak manapun terkait proyek tersebut, termasuk dari Fredi Parubak, Mujiburi Anshar Nurdin, atau Simon Dowansiba.
Poin krusial lain yang diangkat oleh penasihat hukum adalah status struktur baja jembatan Kali Wasian yang telah dibangun di PT Leorisa, Bekasi, Jawa Barat, dan telah resmi disita oleh Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni.
Penyitaan tersebut dilakukan pada 13 Desember 2024 berdasarkan Penetapan Penyitaan Nomor: 115/PenPid.Sus-TPK-SITA/2024/PB.Mnk yang ditandatangani oleh Ketua PN Manokwari, Berlinda Ursula Mayor, SH, LLM.
Penyitaan itu dikuatkan dengan Berita Acara Penyitaan Nomor: PRINT-257/R 2.13/Fd.2/10/2024 tanggal 3 Desember 2024 dan laporan dari Jaksa Penyidik Theophilos Kleopas Auparay, SH.
Menurut laporan penyidik, penyitaan dilakukan karena keadaan sangat mendesak dan untuk memastikan barang bukti tetap aman. Namun, fakta ini justru memunculkan pertanyaan besar dari pihak penasihat hukum terdakwa.
“Kenapa barang bukti tersebut tidak dilekatkan atau dimasukkan dalam dua perkara utama, yaitu perkara atas nama Fredi Parubak dan perkara klien saya Jhony Koromad?” tanya Yan Christian Warinussy.
Ia menduga bahwa tidak dicantumkannya barang bukti struktur baja dalam persidangan bisa jadi merupakan upaya membangun narasi bahwa proyek pembangunan jembatan tersebut adalah fiktif alias total lost.
Penasihat hukum juga menyayangkan sikap JPU yang tidak adil dalam mendistribusikan pembuktian, padahal barang bukti fisik justru menunjukkan bahwa pembangunan sempat berjalan.
“Kami berharap Majelis Hakim benar-benar objektif dalam menilai perkara ini dan tidak terpengaruh oleh konstruksi yang dibangun oleh penuntut umum semata,” tegas Warinussy.
(Refly)