Indramayu, Suarajurnalis – Pangeran Walangsungsang, yang juga dikenal dengan nama Ki Somadullah, Haji Abdullah Iman, Pangeran Cakrabuana, dan Embah Kuwu Sangkan, adalah bangsawan Sunda putra dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) dan Nyi Subang Larang. Ia lahir pada tahun 1423 di Pakuan Pajajaran, Kerajaan Sunda, dan wafat pada 1529 dalam usia lebih dari seabad.
Latar Belakang dan Keluarga
Walangsungsang memiliki dua adik, yakni Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara. Mereka bertiga dipercaya sebagai tokoh awal yang membangun Caruban Nagari, yang kelak berkembang menjadi Kesultanan Cirebon.
Menurut naskah Mertasinga, Walangsungsang meninggalkan istana karena kecewa pada perlakuan Prabu Siliwangi terhadap ibunya. Ia kemudian merantau bersama adiknya, Rara Santang, hingga akhirnya menjadi tokoh pendiri Cirebon.
Walangsungsang menikah dengan dua wanita:
Nyi Rasa Jati, darinya lahir beberapa putri seperti Rara Konda, Rara Sejati, hingga Nyi Rasamala.
Nyimas Kencana Larang, darinya lahir Nyai Mas Pakungwati (istri Sunan Gunung Jati), serta Pangeran Kejaksan dan Pangeran Pajarakan.
Perjalanan Spiritual ke Mekkah
Atas anjuran Syekh Datuk Kahfi, pada tahun 1448, Walangsungsang dan Rara Santang berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Saat itu, Mekkah berada di bawah naungan Kesultanan Mamluk.
Di sana, Walangsungsang berguru pada Syekh Bayanullah, saudara Datuk Kahfi. Ia mengambil nama baru Haji Abdullah Iman, sementara Rara Santang menjadi Syarifah Mudaim. Rara Santang kemudian menikah dengan Syarif Abdullah, seorang bangsawan Arab, dan melahirkan Syarif Hidayatullah (yang kelak dikenal sebagai Sunan Gunung Jati).
Setelah tiga bulan di tanah suci, Walangsungsang kembali ke Cirebon untuk melanjutkan pengabdian di tanah kelahirannya.
Kiprah di Cirebon
Sekembali dari Mekkah, Walangsungsang membangun pedukuhan di Cirebon. Pada tahun 1460, ia diangkat sebagai Tumenggung Cirebon pertama, menjabat hingga 1479. Ia dikenal sebagai pemimpin yang bijak, taat agama, dan berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Cirebon yang bercorak Islam.
Setelah turun takhta, kepemimpinan Cirebon diteruskan oleh keponakannya, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), yang mengembangkan Cirebon menjadi kesultanan Islam berpengaruh di Jawa.
Wafat dan Peninggalan
Pangeran Cakrabuana wafat pada tahun 1529 dalam usia sekitar 105–106 tahun. Ia dimakamkan di Astana Gunung Sembung, Cirebon, yang hingga kini menjadi salah satu situs ziarah penting.
Warisan beliau bukan hanya pada berdirinya Kesultanan Cirebon, tetapi juga pada penyebaran Islam dan peralihan budaya Sunda-Hindu ke Islam di Jawa Barat.
sumber: FB om phol
red: Al Aris
Siapa Pangeran Walangsungsang
