Suara Jurnalis | Manokwari, — Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy SH, mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) segera melakukan audit investigatif terhadap seluruh kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang marak di beberapa wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Warinussy menyoroti secara khusus wilayah Kabupaten Manokwari, Kabupaten Pegunungan Arfak, dan Kabupaten Tambrauw, di mana kegiatan PETI disebut semakin merajalela tanpa tindakan tegas dari pihak berwenang.
Menurut Warinussy, praktik pembiaran oleh oknum pejabat di dinas teknis seperti Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup baik di provinsi maupun kabupaten patut dicurigai. “Padahal jelas kegiatan itu ilegal, tapi tak ada teguran atau pernyataan resmi yang pernah dikeluarkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa aparat justru cenderung menargetkan para buruh tambang lapangan yang hanya menjadi korban kebijakan yang tidak adil. Sementara aktor intelektual dan pemilik modal tetap lolos dari jerat hukum.
“Saya menantang Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, serta para bupati terkait, untuk mendukung audit investigasi BPK RI,” tegas Warinussy.
Ia menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran administratif dalam proses perizinan dan pengawasan tambang, maka jabatan para Kepala OPD yang terkait harus menjadi taruhannya.
Lingkungan di lokasi-lokasi PETI seperti Wasirawi, Manokwari, menurut Warinussy, sudah mengalami kerusakan yang parah. Ia menyebut rakyat sebagai pihak yang paling dirugikan, baik dari sisi ekologis maupun ekonomi.
Tak hanya itu, Warinussy juga menyoroti persoalan lain yang tak kalah mendesak: peredaran minuman keras (miras) ilegal yang disebut telah mencapai 53 titik di Kota Manokwari.
“Salah satu media lokal kemarin menyebutkan ada 53 titik edar miras tanpa izin di Manokwari. Pertanyaannya, ke mana saja OPD teknis yang berwenang? Kenapa bisa sebesar itu dan dibiarkan?” ucapnya geram.
Menurutnya, miras ilegal sudah menjadi pemicu utama meningkatnya tindak kriminal, mulai dari jambret, pemalakan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kekerasan terhadap anak.
Sebagai anggota Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari, Warinussy menyatakan bahwa beberapa pelayan gereja telah menjadi korban dari kejahatan akibat konsumsi miras. “Ini tidak bisa ditolerir lagi,” tandasnya.
Ia mendesak Bupati Manokwari agar segera mengambil langkah konkret dalam menangani persoalan miras yang meresahkan masyarakat sipil dan umat beragama di Manokwari.
Warinussy juga mengusulkan agar BPK RI turut mengaudit potensi aliran dana haram yang dihasilkan dari peredaran miras tanpa izin.
“Kita harus telusuri siapa yang bermain di balik ini semua,” ujarnya.
Dirinya menekankan bahwa dua persoalan besar—PETI dan miras ilegal—bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga soal moralitas dan tanggung jawab negara dalam melindungi warga dan lingkungan.
Di akhir pernyataannya, Warinussy menyerukan kolaborasi antara masyarakat sipil, gereja, dan lembaga negara untuk mendesak transparansi, keadilan, dan akuntabilitas terhadap semua bentuk pelanggaran hukum yang terstruktur dan sistematis di Tanah Papua.
(Refly)