Suara Jurnalis | Manokwari – Terkait Persoalan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Tanah Papua, terlebih khusus di wilayah hukum Polda Papua Barat mesti diatur secara hukum namun susah di tindak lanjuti.
Direktur LP3BH Yan Christian Warinussy SH sudah beberapa kali menyoroti kegiatan Pertambangan Emas Tampa Ijin (Peti) namun tidak di indahkan oleh instansi yang terkait.
Kepada media untuk sekian kali Warinussy kembali angkat bicara terkait tambang emas ilegal yang tidak pernah ada habisnya. Minggu (21/01/2024).
Menurut Warinussy, hal ini tidak bisa diperankan lewat kemauan baik seorang Kapolda Papua Barat Irjen Polisi Johnny Eddizon Isir, SIK, MTCP semata. Tetapi mesti melibatkan semua pihak, terutama Pemerintah Provinsi Papua Barat dan juga Kementerian dan Lembaga Negara terkait, misalnya Kementerian Pertambangan dan Energi serta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) serta Kementerian Koordinator Bidang Investasi dan Maritim. Serta TNI dan Polri, ” kata Warinussy.
Hal ini disebabkan, karena fakta membuktikan bahwa kegiatan PETI di Tanah Papua secara umum, tapi khususnya di Papua Barat sama sekali tidak menghormati hukum dan hak asasi manusia.
“Secara hukum, kegiatan PETI di Papua Barat sama sekali tidak memiliki ijin resmi, baik dari tingkat pusat maupun daerah. Hal mana jelas melanggar amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : ” Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Juga melanggar amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ” ujarnya.
“Aspek perijinan usaha pertambangan sebagai syarat penting bagi berlangsungnya sebuah kegiatan usaha pertambangan di Indonesia dan khususnya di atas Tanah Papua sama sekali tidak dimiliki dan sangat mengherankan karena hal tersebut “seperti didiamkan saja” oleh pihak pemerintah pusat dan daerah di Papua Barat seperti halnya Dinas Pertambangan dan Energi setempat.Termasuk pula Dinas Pertambangan dan Energi di tingkat Kabupaten Manokwari dan kabupaten lainnya di wilayah Provinsi Papua Barat.
“Ini menyebabkan kian merajalelanya kegiatan PETI di Papua Barat, khususnya di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Wariori, Distrik Masni dan Kali Kasih, Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari hingga ke wilayah administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Arfak, ” imbuhnya.
Herannya, walaupun kegiatan PETI tersebut jelas tidak memiliki selembar ijin apapun dari otoritas pemerintah sipil setempat, tapi berbagai kegiatan eksploitasi nyaris tidak pernah berhenti. Berbagai jenis kendaraan berinisial alat berat seperti excavator dan traktor “bebas” masuk ke Wariori dan Wasirawi, Kabupaten Manokwari tanpa mengantongi ijin operasional dari instansi teknis yang berkompeten.
“Diduga keras pula kegiatan operasi berpuluh-puluh kendaraan jenis alat berat tersebut disana karena “dibacking” atau “diamankan” oleh sejumlah oknum personil militer dan polisi. Belum jelas mereka ini mendapat “perintah” dari siapa? Apakah dari pejabat pemegang otoritas militer tingkat lokal ? Atau kah pusat? Juga dari otoritas polisi tingkat lokal atau kah pusat? Oleh sebab itu, jika ada itikad baik untuk menata ulang pola pengelolaan sumber daya alam (SDA) bijih emas di wilayah hukum Polda Papua Barat, maka koordinasi mesti melibatkan semua pihak tersebut, ” jelas Warinussy
Karena fakta membuktikan bahwa akibat kegiatan PETI tersebut, Karena bukan saja hukum yang dilanggar oleh para investor penambang emas tersebut. Tetapi pula terjadi pengabaian bahkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dimana ada sekitar 2 (dua) warga sipil asli Papua pemilik hak Ulayat lokasi pertambangan emas di Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari yang telah menemui ajalnya, karena mempertahankan haknya menurut hukum adat.
“Keduanya diduga keras dibunuh oleh para penambang emas ilegal yang tidak berijin dan tidak memiliki status domisili tetap di Kabupaten Manokwari saat ini, ” ungkapnya.
“Meskipun saat ini perkara ini sedang ditangani secara hukum oleh Kapolresta Manokwari dan jajarannya. Akan tetapi perlindungan hak masyarakat adat, khususnya suku asli Papua Meyah di wilayah Masni dan Sidey, Kabupaten Manokwari sebagaimana dijamin dalam pasal 43 Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua jelas sangatlah diabaikan bahkan dilanggar secara sadar oleh pemerintah, pemerintah daerah serta para investor serta penambang emas ilegal tersebut, ” pungkasnya.