Perjanjian New York Bersama Pemerintah RI Mewakili Kerajaan Belanda Merupakan Momen Penting Sejarah Papua

Suara Jurnalis | Manokwari – Perjanjian New York, yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962 oleh Subandrio atas nama Pemerintah Republik Indonesia dan J.H. Van Roijen serta C. Schurmann yang mewakili Pemerintah Kerajaan Belanda, merupakan momen penting dalam sejarah Papua

Perjanjian ini menandai dimulainya proses peralihan kekuasaan administratif atas wilayah Papua (dahulu dikenal sebagai Nieuw Guinea) dari Pemerintah Belanda kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Bacaan Lainnya

PBB, melalui badan yang disebut United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), mengambil alih administrasi sementara wilayah tersebut sebelum menyerahkannya kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Proses ini diselesaikan pada 1 Mei 1963, ketika Papua resmi menjadi bagian dari Indonesia. Perjanjian ini tidak hanya mengakhiri kontrol kolonial Belanda di Papua tetapi juga menimbulkan berbagai dinamika dan diskusi mengenai status dan masa depan wilayah tersebut.

Hal ini disampaikan Yan Christian Warinussy SH kepada media melalui pesan tertulis. Rabu, (14/08/2024).

Menurutnya, sesungguhnya terdapat banyak protes melalui berbagai petisi yang menjadi hal-hal terlampir dari orang-orang Papua ketika itu kepada PBB. Namun semua itu tidak menyurutkan antusias pihak-pihak dari Perjanjian New York tersebut untuk menyelesaikan penyusunan rancangan (Draft) dari Perjanjian New York tersebut hingga didiskusikan sampai ditanda tangani di salah satu kota Besar di Amerika Serikat yaitu New York dimana terdapat Markas Besar PBB pada 15 Agustus 1962.

“Sejak saat itu hingga hari ini, isi dari Perjanjian New York senantiasa diperdebatkan bahkan sudah banyak didalami dalam berbagai studi kasus di bangku perguruan tinggi di Tanah Papua, Indonesia dan dunia internasional, ” kawa Warinussy.

Lebih jauh ia menjelaskan, pada tahun 2024 ini, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) telah berencana menyuarakan kembali hal ihwal mengenai Perjanjian New York (New York Agreement) tersebut dalam agenda Mimbar Bebas pada Kamis, 15 Agustus 2024 mendatang di seluruh Tanah Papua dan Indonesia serta khususnya di kota Manokwari sebagai ibukota Provinsi Papua Barat.

“Berkenan dengan itu, aktivis KNPB di Manokwari, Papua Barat telah bertemu dengan saya sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari pada hari Selasa (13/8). Intinya mereka (KNPB) menyampaikan bahwa telah menyampaikan pemberitahuan resmi melalui surat nomor : 02/BPW-KNPB MNUKWAR/MKW/08/2024, tanggal 12 Agustus 2024, ” ucap Warinussy.

Ia menambahkan, pemberitahuan tersebut disampaikan kepada Kapolresta Manokwari sesuai amanat Undang Undang Nomor Republik Indonesia Nomor : 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

“Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia yang pernah memenangkan penghargaan internasional di bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 di Montreal, Canada, saya meminta perhatian dan bantuan Kapolda Papua Barat dan Kapolresta Manokwari untuk memberi pengamanan kepada adik-adik dan anak-anak aktivis KNPB di Manokwari dalam acara aksi Mimbar Bebas dimaksud, ” ujarnya.

Di ungkapkan Warinussy, ruang demokrasi sesuai amanat pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 seyogyanya diberi dan diamankan agar dipergunakan secara bertanggung jawab menurut hukum oleh KNPB sendiri.

“Saya dan LP3BH Manokwari sebagai lembaga bantuan hukum dan organisasi advokasi HAM akan mengkawal dan memberi layanan bantuan hukum bagi KNPB Papua Barat dan KNPB Wilayah Manokwari, ” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *