Suara Jurnalis | Manokwari – Putusan praperadilan menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang transparan dan sesuai prosedur dalam sistem peradilan Indonesia.
Kasus ini menegaskan bahwa setiap tindakan penegakan hukum harus mematuhi ketentuan yang berlaku, dan pihak berwenang harus bertanggung jawab terhadap kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses hukum.
Pengadilan Negeri Kelas I Manokwari, dengan mengabulkan praperadilan, memberikan pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya hak asasi manusia dan keadilan dalam sistem hukum.
Diharapkan keputusan ini akan menjadi motivasi bagi peningkatan kualitas penegakan hukum dan memperkuat perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Kepada media Yan Christian Warinussy mengatakan, untuk yang keduakalinya Permohonan praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I terhadap Kapolres Teluk Wondama selaku Penyidik kembali dikabulkan oleh Hakim Tunggal Praperadilan Caroline Awi, SH, MH dalam putusannya.
“Permohonan Praperadilan tersebut diajukan klien saya bernama Athy Suryadi Yomaki, seorang warga sipil dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Wondama, ” katanya.
Lanjutnya mengatakan, Kliennya tersebut pernah mengalami tindak pidana penganiayaan pada hari Selasa, 27 Oktober 2015 di Pelabuhan Laut Kiri Pasai, Wasior, Kabupaten Teluk Wondama. Pelakunya adalah Marlina Vollen Nunaki, Yohana Hulda Arumisore, dan Fony Kewere.
“Atas perbuatannya itu, klien saya telah membuat Laporan Polisi Nomor : LP/106/X/2015/Papua Barat/Res Luk Wondama, tanggal 27 Oktober 2015 di Kantor Polres Teluk Wondama, ” ujarnya.
Selanjutnya, kata Warinussy , Kapolres Teluk Wondama dan jajarannya telah menindaklanjuti Laporan Polisi kliennya tersebut dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/99/X/2015/Reskrim, tanggal 29 Oktober 2015.
“Bahkan penyidik Polres Teluk Wondama juga sudah memeriksa para pelaku tindak pidana penganiayaan dan Penghinaan terhadap kliennya. Baik Marlina Vollen Nunaki, Yohana Hulda Arumisore maupun Fony Kewere telah pernah dimintai keterangannya masing-masing sebagai Tersangka oleh Penyidik Polres Teluk Wondama.
“Sehingga menurut pertimbangan hukum hakim tunggal praperadilan Awi bahwa meskipun ada pencabutan laporan dan pernyataan dari para tersangka dalam perkara tersebut. Tidak ada alasan yang dibenarkan menurut amanat Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu terdapat 3 (tiga) syarat untuk menghentikan penyidikan tindak pidana, yaitu : pertama, tidak ada cukup bukti; kedua, perbuatan yang dilakukan oleh tersangka bukan merupakan suatu tindak pidana; dan ketiga, penyidikan dihentikan demi hukum, ” jelasnya.
Dengan demikian permohonan klien Athy Suryadi Yomaki selaku pelapor dan korban sesuai amanat Pasal 80 KUHAP Jo Pasal 109 ayat (2) KUHAP telah dikabulkan sebagian oleh Hakim Tunggal Praperadilan pada Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B. Amar putusannya adalah : pertama, mengabulkan permohonan pemohon (Athy Suryadi Yomaki) untuk sebagian: kedua, menyatakan penghentian penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/106/X/2015/Papua Barat/Res Lukwondama, tanggal 27 Oktober 2015 berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/01/II/2016/Reskrim, tanggal 26 Februari 2015 dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor : S.Tap/01/II/2016/Reskrim, tanggal 29 Februari 2016 adalah Tidak Sah; ketiga, memerintahkan Termohon (Kapolres Teluk Wondama) melanjutkan penyidikan perkara tersebut; keempat, memerintahkan Termohon menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Jaksa Penuntut Umum dengan tembusan disampaikan kepada Pemohon selaku Pelapor/korban dan terlapor selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dilanjutkan; kelima, menghukum Termohon Praperadilan membayar biaya perkara sejumlah Rp.5.000,- (lima ribu rupiah). Selaku Kuasa Hukum dari Pemohon Praperadilan, saya akan terus mengkawal proses penegakan hukum perkara tersebut di Polres Teluk Wondama, ” pungkasnya.
(Refly).