Suara Jurnalis | Manokwari, – Yan Christian Warinussy, SH, selaku Penasihat Hukum Terdakwa Jhony Koromad dalam perkara pidana korupsi nomor: 11/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mnk, menyampaikan keprihatinan mendalam atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Satriadi Putra, SH, MH dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni yang dinilai tidak mencerminkan fakta persidangan.
Surat tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka pada Rabu (25/6) di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A. Menurut Warinussy, dalam tuntutan itu tidak dimuat sama sekali keterangan penting dari kedua terdakwa, yakni Jhony Koromad dan Fredy Parubak, yang sebelumnya juga telah memberikan keterangan sebagai saksi mahkota.
Dalam keterangan saksi mahkota Fredy Parubak pada sidang 18 Juni 2025 lalu, disebutkan dengan tegas bahwa proses pencairan dana proyek Jembatan Kali Wasian Tahap III, baik tahap pertama maupun kedua, dilakukan oleh saksi Mujiburi Anshar Nurdin. Ia adalah Direktur PT. Nusa Marga Raya dan pemegang penuh akses ke rekening perusahaan.
Warinussy menekankan bahwa tidak pernah ada penyerahan kuasa dari Mujiburi Anshar Nurdin kepada siapa pun, termasuk kepada Terdakwa Fredy Parubak. Hal ini penting untuk menjelaskan bahwa tanggung jawab penuh pencairan dana berada pada Mujiburi, bukan pada kliennya maupun terdakwa lain.
Fakta lain yang cukup mengagetkan juga disampaikan oleh Fredy Parubak dalam kapasitasnya sebagai saksi mahkota, yakni bahwa Simon Dowansiba, Ketua DPRD Teluk Bintuni saat itu, menerima aliran dana dari pencairan proyek yang disalurkan melalui Fredy atas perintah Mujiburi.
Fredy bahkan mengungkap bahwa Dowansiba meminta uang sebelum dana proyek dicairkan dengan alasan bahwa proyek jembatan tersebut merupakan pokok pikirannya. “Saksi Simon Dowansiba telah minta uang sebelum pencairan dana proyek tersebut,” ungkap Fredy dalam persidangan.
Masih menurut keterangan Fredy, ia juga pernah diminta oleh Dowansiba untuk menemui seseorang bernama David, yang semula diharapkan bisa mengurus proyek jembatan tersebut. Namun David menolak karena tidak adanya Surat Keputusan (SK) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sebuah syarat penting dalam proyek pemerintah.
Sementara itu, Terdakwa Jhony Koromad dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menerima dana apapun, baik dari Mujiburi, Fredy, maupun dari Simon Dowansiba. Bahkan untuk keperluan perjalanan dari Jakarta ke Bintuni melalui Manokwari, ia menggunakan uang pribadi yang dikirim oleh istrinya.
“Semua biaya saya tanggung pribadi, tidak ada dana proyek sedikit pun yang saya nikmati,” ungkap Jhony Koromad di hadapan majelis hakim. Namun semua keterangan ini, baik dari Jhony maupun Fredy, sama sekali tidak dikutip dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Hal ini membuat istri dan keluarga Jhony Koromad merasa kecewa dan sempat menunjukkan reaksi di ruang sidang. Mereka mempertanyakan bagaimana mungkin jaksa bisa menyusun tuntutan yang tidak mencerminkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Helmin Somalay, SH, MH akhirnya menunda sidang hingga Rabu (2/7) mendatang, dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari Terdakwa Jhony Koromad dan tim penasihat hukumnya. Yan Christian Warinussy menyatakan pihaknya akan membacakan pembelaan yang berbasis bukti dan fakta sidang yang sah.
LP3BH Manokwari, yang menaungi Warinussy, menyatakan akan terus memantau jalannya persidangan ini demi menjamin keadilan hukum dan melindungi hak-hak terdakwa yang belum terbukti bersalah.
(Refly)