Suara Jurnalis | Manokwari – Menjelang kunjungan kerja Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo ke Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat pada Kamis, 23/11 besok, sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, saya hendak memberi catatan kepada pemangku kepentingan di sektor keamanan lokal, khususnya saudara Kapolda Papua Barat Irjen Pol.Daniel Tahi Monang Silitonga, SH, MH dan Panglima Kodam XVIII Kasuari Mayjen TNI Ilyas Alamsyah Harahap, SE, M.Tr, GCCAE.
Hal ini dikatakan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Christian Warinussy S.H kepada media melalui pesan rilisnya. Rabu, (22/11/2023).
“Catatan saya adalah agar dipastikan bahwa kunjungan Bapak Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo tidak “diselingi” kebiasaan busuk adanya berkibar selembar atau beberapa lembar Bendera Bintang Pagi (the Morning star) atau biasa disebut bendera Bintang Kejora (BK) di Fakfak atau di sekitar lokasi bandar udara Siboru Fakfak atau sekitar tempat lokasi peletakan batu pertama (groud breaking) PSN Pupuk Fakfak nantinya, ” katanya.
Dia juga mengatakan agar Kapolda Papua Barat dan Saudara Pangdam XVIII Kasuari telah mengantisipasinya dengan mengkondisikan segenap lapisan masyarakat di Fakfak dan sekitarnya
“Saya yakin Saudara Kapolda Papua Barat dan Saudara Pangdam XVIII Kasuari telah mengantisipasinya dengan mengkondisikan segenap lapisan masyarakat di Fakfak dan sekitarnya untuk tidak “terlibat” dalam tindakan tak terpuji seperti ini, ” ujarnya.
Lanjutanya menyampaikan, namun demikian apabila hal itu sampai terjadi nanti keesokan hari, maka dia meminta Bapak Presiden Jokowi segera mengambil tindakan tegas dengan mencopot kedua petinggi Polri dan TNI di Papua Barat tersebut dari jabatannya masing-masing.
‘Sebagai Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, saya hendak memberi catatan kepada Bapak Presiden Joko Widodo bahwa dalam banyak kesempatan seringkali ada pihak tertentu yang menggunakan alasan situasi konflik politik di Tanah Papua yang telah terjadi dan berlangsung selama lebih dari 50 tahun ini untuk mencari popularitas. Sekaligus sebagai ajang untuk memperoleh kenaikan pangkat dan atau jabatan dengan menghalalkan selembar Bendera BK tersebut. Ini sesungguhnya cara-cara yang bersifat anti demokrasi dan harus segera diakhiri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, ” pungkasnya.