Suara Jurnalis | Manokwari – Tindakan Oknum Ormas di Kupang NTT yang melakukan pelecehan dan penganiayaan membuat Direktur LP3BH Yan Christian Warinussy angkat bicara.
Hal ini di sampaikannya kepada awak media melalui pesan rilisnya, Senin (04/12/2022).
“Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari dan sebagai Advokat serta Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Di Tanah Papua, saya turut menyesalkan tindakan dari sejumlah oknum aktivis organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mana mereka telah melakukan kegiatan pelecehan dan penganiayaan terhadap sejumlah mahasiswa asal Tanah Papua yang sedang berunjuk rasa terkait Perayaan 1 Desember 2023 pada Jum’at (1/12) lalu, ” katanya.
Tindakan tersebut jelas sekali melanggar norma hukum mengenai kebebasan berpendapat dan menyampaikan pendapat di muka umum yang telah dijamin di dalam pasal 28 Undang Undang Dasar 1945.
“Oleh sebab itu, saya menyarankan agar penting dibuat Laporan Polisi (LP) oleh anak-anak mahasiswa asal Tanah Papua yang telah mengalami tindakan melawan hukum tersebut ke Kantor Kepolisian Republik Indonesia (Polri) setempat, ” ujarnya.
“Saya sungguh percaya bahwa tidak semua orang atau rakyat atau sesama mahasiswa di NTT sependapat dengan tindakan oknum-oknum aktivis ormas “pelaku penganiayaan” tersebut. Saya juga percaya bahwa Pemerintah Daerah di NTT serta Kapolda NTT pasti akan melakukan segenap langkah penyelesaian yang berkeadilan dalam kasus ini, ” tambahnya.
Bahkan pelakunya memang mesti ditindak secara hukum, karena terhitung sudah 2 (dua) kali perbuatan semacam itu dialami para mahasiswa asal Tanah Papua yang melakukan unjuk rasa saat tanggal 1 Desember.
“Saya ingin memberi pencerahan bahwa makna sesungguhnya yang terkandung di balik peristiwa 1 Desember 1961 tak memberi catatan adanya Proklamasi Kemerdekaan Papua. Sehingga apa yang dilakukan secara terus-menerus oleh para mahasiswa asal Tanah Papua di berbagai pelosok Negara Indonesia, termasuk di NTT dan di Tanah Papua adalah semata-mata merupakan bagian dari penyampaian pendapat dan ekspresi politik warga negara Indonesia yang sudah diakui dan dijamin perlindungannya di dalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945, ” imbuhnya.
Sehingga menurut nya sangat tidak logis jikalau hak ini terus diperhadapkan dengan aksi-aksi tandingan untuk membenturkan sesama anak bangsa.
“Di dalam konsideran menimbang huruf f dari Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sudah jelas diakui bahwa negara Indonesia dalam melaksanakan pembangunan dan pemerintahan sebelum tahun 2001 belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, khususnya rakyat Papua dan atau orang asli Papua, ” jelasnya.
Inilah soal yang semestinya didekati dan dicari solusinya oleh Negara. Kenapa terus menerus ada tuntutan Papua Merdeka ? Ini semestinya dicari solusinya secara bersama oleh negara dan sesama anak bangsa.
“Ruang demokrasi sesungguhnya tersedia dalam konteks hukum nasional Indonesia, termasuk di dalam amanat Pasal 46 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Saya oleh karena itu meminta perhatian semua pihak di Tanah Papua, termasuk di Provinsi Papua Barat untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa atas dasar Kasih dan Perdamaian, ” ungkapnya.
Sangat tidak penting apabila kejadian di NTT tersebut disikapi dengan cara-cara membangun narasi kebencian diantar sesama saudara Orang asli Papua maupun para saudara non Papua yang saat ini bermukim dan menjadi warga bangsa di Provinsi Papua Barat dan Tanah Papua secara umum.
“Saya yakin Saudara Kepala Suku Flobamora NTT dan seluruh kekerabatan asli NTT disini juga tidak sependapat dengan perbuatan tidak terpuji dan melanggar hukum pada Jum’at, 1/12 tersebut. Langkah dialog antar anak bangsa menjadi cara yang cukup baik dan dapat didorong sebagai media dalam mencari penyelesaian damai atas perbuatan para oknum aktivis salah satu ormas di Kupang, NTT tersebut dengan anak-anak asli Papua yang tengah menuntut ilmu di NTT dan sekitarnya, ” bebernya.
“Pemerintah Daerah di Tanah Papua dan Provinsi Papua Barat juga hendaknya memberi ruang untuk memberi perhatian pembangunan kepada anak-anak asli Papua tersebut di seluruh wilayah NKRI agar mereka senantiasa merasa diayomi dan didukung dalam proses belajar mengajar yang tengah mereka jalani di negeri rantau di seluruh Bumi Persada Indonesia. Saya dan LP3BH Manokwari akan turut memberi perhatian dan terus mengkawal segenap langkah penyelesaian yang berkeadilan atas peristiwa 1 Desember 2023 di Kupang, NTT ini, ” pungkasnya.