Indramayu, Suarajurnalis – Mayjen Purn. Dr. Soemarmo pernah menjabat Menteri Dalam Negeri, Gubernur Jakarta, dan sebelumnya Asisten III KASAD dengan pangkat Kolonel. Pada waktu menghadiri rapat Kabinet pertama setelah kudeta G30S PKI, Mayjen Purn. Dr. Soemarmo menjabat Menteri Dalam Negeri. Rapat Kabinet diselenggarakan di Istana Bogor. Dr. Soemarmo menceritakan apa yang disaksikannya pada rapat tersebut dalam buku Otobiografinya berjudul “Dari Rimba Raya Ke Jakarta Raya.”
Dalam perjalanannya menuju Istana Bogor untuk Rapat Kabinet pertama setelah adanya G30S, Dr. Soemarmo berharap sejumlah pertanyaan yang ada dipikirannya akan terjawab dalam rapat itu. Pertanyaan- pertanyaan tersebut antara lain; Apakah Presiden Sukarno sudah tahu tentang G30S itu? Apa yang Presiden Sukarno ketahui tentang G30S? Kenapa Bung Karno ada di Halim pada pagi 1 Oktober itu? Apakah ada hubungan pimpinan AURI dengan G30S? Dan berbagai pertanyaan lainnya yang muncul di otaknya.
Menjelang sampai di Bogor, Dr. Soemarno merasa bahwa Revolusi Indonesia berada dalam bencana. Perebutan kekuasaan yang mencoba menggulingkan Kabinet Presiden Sukarno sedang terjadi. Terlibatnya PKI dalam G30S sudah pasti. Ormas-ormas PKI seperti Gerwani dan Pemuda Rakyat ada di Lubang Buaya. DN Aidit pun menghilang. Mengapa ia menghilang jika tidak terlibat?
Dr. Soemarno terkejut melihat dua tokoh PKI, Lukman dan Nyoto ikut hadir dalam rapat. Nyoto Menteri Negara, Lukman Wakil Ketua DPR-GR. Nyoto, seperti biasanya, tampak tersenyum simpul. Lukman seperti biasa pula, tampak serius. Soemarno menduga mereka tidak akan hadir. Omar Dani juga hadir. Yang berlainan dengan biasanya adalah banyaknya perwira staf umum Angkatan Darat yang hadir.
Tak lama kemudian Bung Karno muncul. Setiap yang hadir disalami dan disapanya. Beliau tampil seperti biasa dengan senyum gembira. Tapi juga terlihat seperti ada awan membayang di wajahnya. Mungkin karena adanya G30S yang mendemisionerkan Kabinetnya, pikir Dr. Soemarno.
Sebelum rapat dimulai Presiden Sukarno mempersilahkan peserta rapat untuk mencicipi kue-kue. Para wartawan dipersilakan masuk untuk mengambil foto-foto. Selain Presiden Sukarno,.Jenderal Suharto, Nyoto, dan Lukman paling banyak difoto Wartawan. Ketika rapat akan dimulai semua wartawan diminta meninggalkan ruangan.
Presiden Sukarno mengetukkan palu tiga kali, tanda rapat dimulai. Presiden Sukarno segera melampiaskan kemarahannya atas kekurangajaran tindakan Untung. “Ia mendemisionerkan Kabinet-ku, ” kata Presiden Sukarno. “He, Nyoto, Lukman, saya tidak dapat menyetujuinya. Ambil tindakan terhadap oknum-oknum yang bersalah, lanjut Presiden. Ambil tindakan terhadap oknum-oknum yang bersalah dari golongan apapun. Dari AURI, dari AD, maupun dari golongan partai. Kejam sekali teror terhadap para Jenderal Angkatan Darat, terhadap pimpinan Angkatan Darat. Begitu kata Presiden Sukarno dengan marah. Tindak semua yang terlibat, lanjut Presiden. Oknum-oknum Cakrabirawa, Batalyon 454, dan Batalyon. 530. Tapi cegah bentrokan antar Angkatan.
Teguran langsung kepada Nyoto dan Lukman membuktikan bahwa Presiden Sukarno menggolongkan oknum-oknum PKI dalam kelompok yang mengemudikan G30S.
Dalam Rapat Kabinet tersebut Presiden Sukarno mengatakan bahwa pimpinan Angkatan Darat dipegang langsung olehnya. Jendral Suharto ditugasi memimpin pelaksanaan operasi pemulihan keamanan terhitung 3 Oktober 1965. Presiden Sukarno juga menjelaskan bahwa peristiwa yang baru terjadi ini dilihat dari Revolusi Indonesia hanya merupakan riak air di lautan.
Ketika Presiden Sukarno memberi kesempatan kepada peserta rapat untu menyampaikan pendapat, Waperdam 3 Chairul Saleh yang pertama menyampaikan pendapatnya. Chairul Saleh membongkar habis kebobrokan Kabinet. Antar Departemen saling tidak mempercayai, katanya. Karena masing-masing ingin cari muka terhadap Presiden. Bahkan Chairul Saleh sampai bicara dengan sangat keras.
“Maaf Bpk Presiden, bahkan Bpk Presiden pun dikentuti oleh pihak yang cari muka dari pihak tertentu,” Kata Chairul Saleh dengan nada marah. Para Menteri dari pihak NU juga melontarkan kecaman keras terhadap perbuatan teror PKI dan G30S. Mereka mencela teror PKI yang tidak berprikemanusiaan. Presiden minta Nyoto dan Lukman untuk menyampaikan pendapatan mereka. Nyoto berdalih bahwa G30S adalah masalah interen Angkatan Darat.
Sebagai tanggapan atas berbagai pendapat yang dikemukakan, Presiden menyampaikan tentang etika perang dalam Agama Islam. Menurut Presiden Sukarno etika perang dan hukum perang tidak biadab, tidak primitif. Tetapi berprikemanusiaan, berbudi, berakhlak, tidak kenal balas dendam dan fitnah. Orang Islam tidak mengenal tujuan menghalalkan cara. Demikian kata Presiden.
Demikian Kira-kira ringkasnya Rapat Kabinet pertama, setelah terbunuhnya jenderal-jenderal di Lubang Buaya, yang ditulis oleh Mayjen Purn. Dr. Soemarno Sostroatmodjo, Menteri Dalam Negeri waktu itu.
Sumber: Dari Rimba Raya Ke Jakarta Raya:
Sebuah Otobiografi
Penulis : Dr. H. Soemarno Sostroatmodjo
red: Al Aris
Mayjen Purn. Dr. Soemarno Sostroatmodjo Menghadiri Rapat Kabinet Pasca G30S Di Istana Bogor





