Mafia Tambang Emas di Waserawi Diungkap, Bos Samsir Disebut Memiliki 25 Unit Alat Berat

Sejumlah Alat Berat jenis Escavator di Lokasi Tambang Emas Ilegal di Waserawi, Manokwari, Papua Barat

Suara Jurnalis | Manokwari – Gelombang protes terhadap aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, kembali mencuat.

Kali ini, desakan datang dari masyarakat adat sendiri yang kecewa karena pemberitaan sebelumnya dinilai belum menyebutkan secara tegas aktor-aktor di balik tambang ilegal tersebut. Kamis, (10/07/2025).

Bacaan Lainnya

Salah satu warga masyarakat adat Waserawi yang enggan disebutkan namanya menyampaikan unek-uneknya melalui sambungan telepon kepada awak media.

Ia menilai pemberitaan yang hanya memuat desakan tanpa mengungkap nama-nama pelaku tambang emas ilegal menjadi tidak utuh dan tidak memberikan efek jera kepada para mafia tambang.

“Tolong supaya lengkap, media harus cantumkan nama-nama mafia tambang emas ilegal yang selama ini beroperasi di Waserawi. Mereka itu terkesan kebal hukum. Jadi adik wartawan, tolong publikasikan nama mereka,” pintanya dengan nada penuh harap.

Melalui pesan WhatsApp, ia pun menyebutkan sejumlah nama yang diduga kuat sebagai pelaku utama aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Waserawi. Nama-nama tersebut antara lain:

Bos Samsir, disebut memiliki lebih dari 25 unit alat berat.

HR 1, selain memiliki toko penampungan hasil tambang emas di SP Manokwari, juga mengoperasikan belasan alat berat di Waserawi.

Bunda Ros dan anaknya, Eko.

Bos Mimin.

Ibu Bos Bintang.

Bos Hoat, disebut memiliki tiga unit alat berat.

Warga adat tersebut menyesalkan bahwa para pelaku tambang emas ilegal itu telah beroperasi selama bertahun-tahun tanpa pernah tersentuh oleh hukum.

Ia mempertanyakan ada apa dan siapa yang membekingi mereka hingga bisa bebas beroperasi seolah tak tersentuh.

“Ini sudah sangat merusak. Hasil alam kami dikuras habis tanpa kontribusi untuk daerah. Kalau masyarakat pemilik ulayat menerima kompensasi, itu wajar karena mereka punya lahan. Tapi bagaimana dengan pajak ke daerah? Nol besar. Hanya kerusakan yang ditinggalkan,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia meminta agar aparat penegak hukum (APH) segera bertindak tegas terhadap para mafia tersebut.

Ia menilai bahwa aktivitas tambang ilegal yang tidak memberi manfaat bagi pembangunan daerah seharusnya dihentikan dan para pelakunya dijerat hukum seberat-beratnya.

“Kalau memang tidak ada manfaatnya, bubarkan saja. Alam kami rusak, masyarakat hanya dapat debu dan lumpur. Yang kaya itu-itu saja. Ini penjarahan hasil bumi,” tandasnya.

Warga ini juga menyatakan kesiapannya untuk mempertanggungjawabkan seluruh informasi yang ia sampaikan.

Ia mengaku memiliki bukti rekaman suara dari pengakuan salah satu pelaku tambang ilegal yang menyebutkan adanya praktik setoran kepada oknum aparat agar kegiatan mereka bisa berjalan lancar.

“Saya punya rekaman. Dalam rekaman itu jelas disebut berapa besar atensi yang disetor ke oknum APH. Kalau perlu, saya akan buka ke media besaran jumlahnya dan siapa saja penerimanya,” ungkapnya.

Di akhir pembicaraan, ia menekankan bahwa masyarakat adat tidak menolak aktivitas tambang, tetapi harus dilakukan secara legal dan melalui koperasi masyarakat lokal, bukan oleh para mafia yang merusak dan merampok hasil bumi tanpa tanggung jawab.

Ia mencontohkan Bapak Edimen, tokoh lokal yang melakukan penambangan melalui koperasi resmi dan telah berhasil membangun infrastruktur jalan sepanjang puluhan kilometer yang menghubungkan antar kampung dan distrik di wilayah tersebut.

“Biar anak daerah saja yang kerja. Sudah ada contoh seperti Bapak Edimen. Hasil kerjanya nyata. Bukan merusak, tapi membangun,” pungkasnya dengan penuh harapan.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *