Suara Jurnalis | Manokwari, – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH mempertanyakan tanggung jawab hukum aparat penegak hukum dan pemerintah atas maraknya praktik penambangan emas tanpa izin (PETI) yang terjadi di wilayah Wasirawi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Senin, (02/06/2025).
Warinussy menyebutkan bahwa sejauh ini belum terlihat adanya tindakan tegas dari Kapolresta Manokwari Kombes Polisi Ongky Isgunawan, Kapolda Papua Barat Irjen Polisi Johnny Eddizon Isir, SIK, MTCP, Bupati Manokwari Hermus Indouw, maupun Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan dalam menanggulangi aktivitas penambangan ilegal tersebut.
Menurut laporan yang diterima dari kontak person LP3BH di lapangan, saat ini aktivitas eksplorasi dan eksploitasi di bantaran sungai Wasirawi masih berlangsung secara terbuka dan masif. Sejumlah alat berat seperti excavator dan mesin penambang lainnya beroperasi bebas di wilayah itu.
Yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Warinussy, adalah penggunaan helikopter yang secara rutin keluar masuk kawasan tambang untuk menyuplai bahan bakar dan logistik tanpa dokumen resmi. Hal ini menunjukkan adanya pembiaran yang sistematis dari aparat dan pejabat terkait.
Kegiatan tersebut, menurutnya, jelas bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Ia menegaskan bahwa seluruh aktivitas PETI itu tidak memiliki dasar hukum yang sah.
“Sebagai Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, saya melihat tidak adanya komitmen dari para pemangku kepentingan untuk menghentikan kegiatan yang telah berlangsung lama ini,” tegas Warinussy dalam pernyataan tertulisnya.
Ia menyebut, dampak dari aktivitas tambang ilegal ini sudah sangat jelas terlihat: kerusakan lingkungan yang parah, pencemaran aliran sungai, hilangnya habitat satwa liar, serta ancaman serius terhadap keselamatan masyarakat adat setempat.
Tak hanya itu, aktivitas PETI di Wasirawi juga sudah beberapa kali memakan korban jiwa akibat kecelakaan kerja, longsor, hingga banjir bandang yang diduga kuat merupakan dampak langsung dari kerusakan kawasan hutan dan sungai akibat pertambangan ilegal.
“Apakah harus ada korban lebih banyak lagi baru negara hadir?” tanya Warinussy. Ia menyayangkan lemahnya respon aparat keamanan dan pemerintah daerah yang seharusnya berdiri paling depan dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup.
Ia menegaskan bahwa seluruh alat berat yang beroperasi dan helikopter yang digunakan untuk mengakses kawasan tambang ilegal di Wasirawi seharusnya ditertibkan dan disita. Pemiliknya harus diperiksa secara hukum karena telah melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jangan sampai rakyat melihat bahwa ada kekuatan-kekuatan tersembunyi yang justru melindungi kegiatan ilegal ini demi keuntungan pribadi atau kelompok,” imbuh Warinussy.
Di akhir pernyataannya, ia menyerukan kepada Presiden RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Komnas HAM RI untuk turun tangan melakukan evaluasi terhadap pembiaran aktivitas PETI di Papua Barat. “Negara harus hadir dan melindungi rakyat serta lingkungannya,” tutupnya.