LP3BH Mendesak Presiden RI Memerintahkan Untuk Menyelidiki Kasus HAM di Biak

Suara Jurnalis | Manokwari – Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya mendesak Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo untuk mengeluarkan perintah dan atau keputusan dibukanya Kembali menurut amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Biak tanggal 6 Jul 1998.

Hal ini disampaikan Yan Christian Warinussy SH kepada media melalui pesan tertulisnya. Minggu, (07/07/2024).

Bacaan Lainnya

“Berkenaan dengan peringatan Hari Pelanggaran HAM Berat Biak Berdarah ke-26, saya mendorong Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya untuk dapat mendirikan segara Pengadilan HAM Ad Hoc sesuai amanat Pasal 28, Pasal 29 dan Pasal 30 dari Undang Undang Pengadilan HAM Tahun 2000 tersebut, ” katanya.

Pemenuhan rasa keadilan bagi para korban dan atau keluarganya saat ini di Biak dan sekitarnya menjadi prioritas penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“LP3BH Manokwari bersama mitra nya di Tanah Papua, mencatat bahwa ada sekitar 100 korban dugaan Pelanggaran HAM Biak Berdarah berdasarkan informasi yang kami terima. Rinciannya adalah 8 (delapan) mati alias diduga dibunuh oleh aparat keamanan negara,  3 (tiga) orang diduga hilang. Lanjutan ada 4 (empat) orang luka berat dan sempat dievakuasi guna mendapat perawatan lebih lanjut di Makassar, ” ujarnya.

Ada juga 39 orang yang mengalami penyiksaan dan ditangkap serta disiksa. Sementara 32 sosok mayat tak dikenal, diduga mengapung di perairan Pulau Biak dan sekitarnya.

“Berdasarkan amanat Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. saya dengan ini terus mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) untuk segera membuka kembali dan menyelidiki kembali peristiwa dugaan terjadi Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crime againts humanity) dalam peristiwa Biak Berdarah 6 Juli 1998 tersebut hingga menyerat para terduga pelakunya ke depan persidangan Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Biak ke depan, ” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *