Suara Jurnalis | Manokwari – Kasus pelanggaran HAM di Wasior, yang terjadi pada tahun 2001, merupakan salah satu isu penting yang belum mendapatkan penyelesaian yang memadai hingga saat ini. Banyak pihak mendesak pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo, untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menyelesaikan kasus ini. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil oleh Presiden Joko Widodo untuk menangani kasus pelanggaran HAM di Wasior:
Presiden dapat membentuk tim independen yang terdiri dari para ahli HAM, akademisi, dan perwakilan masyarakat sipil untuk menyelidiki kembali kasus ini secara mendalam dan transparan.
Komnas HAM untuk segera mempercepat penyelidikan dan penanganan kasus Wasior dengan memberikan dukungan penuh, baik dari segi anggaran maupun wewenang.
Memberikan instruksi kepada Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait kasus Wasior, termasuk mengusut dan menuntut para pelaku pelanggaran HAM sesuai hukum yang berlaku.
Perlunya menjamin bahwa korban dan keluarga korban mendapatkan kompensasi, rehabilitasi, dan keadilan yang layak. Hal ini bisa mencakup bantuan medis, psikologis, dan finansial.
Menjalankan proses yang transparan dan terbuka mengenai langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan publik.
Melibatkan organisasi internasional yang bergerak di bidang HAM untuk memberikan bantuan teknis dan pengawasan independen, guna memastikan bahwa proses penanganan kasus Wasior berjalan sesuai standar internasional.
Mengambil langkah-langkah untuk memastikan reformasi institusional di tubuh Polri dan TNI guna mencegah terulangnya pelanggaran HAM di masa depan. Ini bisa mencakup pelatihan HAM bagi aparat keamanan dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat.
Mendorong pembentukan pengadilan HAM ad hoc atau menggunakan mekanisme pengadilan yang ada untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat seperti yang terjadi di Wasior.
Pentingnya Tindakan Cepat
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Wasior tidak hanya penting untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban, tetapi juga untuk menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia terhadap penegakan HAM. Langkah-langkah konkret dari Presiden Joko Widodo dalam menangani kasus ini akan menjadi bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam menyelesaikan pelanggaran HAM dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang.
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mengingatkan Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo dan jajarannya bahwa penyelesaian hukum (judicial) terhadap kasus dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat di Wasior sejak tanggal 13 Juni 2001 (23 tahun lalu) belum selesai.
Hal tersebut disampaikan oleh Yan Christian Warinussy SH kepada media melalui pesan tertulis. Kamis (30/04/2024).
“Sesuai hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) terhadap peristiwa Wasior Berdarah yang dirilis oleh Perwakilan Komnas HAM RI Papua tahun 2016. Tercatat di sana ada bentuk – bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crime againts humanity) seperti pembunuhan, dimana ada 3 (tiga) orang warga sipil yang diduga dibunuh oleh anggota Brimob Polda Papua, yaitu Felix Urbon, Daud Yomaki dan Henok Marani di Desa Tandia, Kabupaten Manokwari waktu itu (kini Kabupaten Teluk Wondama), ” katanya.
Selain itu, kata Warinussy, terjadi juga pembunuhan yang dialami oleh Guntur Samberi di Desa Senderawoi, Kabupaten Manokwari (kini Teluk Wondama).
“Bentuk lain adalah penyiksaan berat dan terencana yang mengakibatkan kematian Guru Daniel Yairus Ramar di Polres Manokwari (Polresta Manokwari). Daniel Yairus Ramar, Sanga Kepala Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Kristen (SD YPK) Wondama diduga telah disiksa saat ditahan dengan tuduhan sebagai salah satu “otak perencana”, peristiwa pembantaian dan atau pembunuhan terhadap 5 (lima) anggota Brimob Polda Papua yang sedang bertugas sebagai personil keamanan di base camp CV.Vatika Papuanis Perkasa, Wondiboy, ” ujarnya.
Padahal belum ada satu putusan pengadilan yang menyatakan salah satu tidaknya (extra judicial killing) almarhum Ramar tersebut.
diduga meregang nyawa akibat siksaan yang dideritanya selama ditahan di ruang tahanan Polres Manokwari (kini Polresta Manokwari) pada tanggal 20 Juli 2001, pukul 01:00 wit dinihari. Masih juga terjadi peristiwa penyiksaan yang dialami Markus Webori (Kepala Desa Tandia dan Menejer Koperasi Immanuel di Desa Tandia).
“Peristiwa penyiksaan lain adalah yang dialami pula oleh Markus Daisiu, Ronald Ramandey, Piet Hein Torey, Metusalem Sabar, Hermanus Sawaki, Thomce Baransano, Guru Nathaniel Yoweni, Yosias Manupapami, Jack Y.Wiay, Yulius Ayomi, Yotam Aronggear, Muray Viktor Yoweni, Frans Sabar, Guru Yan Ataribaba, Amalia kiri, Yosef Yoweni, Sefnath Arumisore, Adam Arumisore, Killion Rumadas, Frans Yoweni, Kristian Rumbarar, Korneles Sumuai, Jehuda Wombay, Martinus Windesi, Otis Sarumi, Petrus Bugis Koropasi, Frans Samberi, Yohanes Tambawa, Korneles Tambawa, Markus Marani, Herens Yoteni, Elisa Sabar, dan Ferry Torey, ” jelasnya.
Peristiwa penyiksaan tersebut ada yang terjadi Polsek Wasior dan Polresta Manokwari saat itu serta juga di beberapa kampung seperti di Yopanggar, Wondiboi, Wondamawi I, Yomakan, Polres Nabire, Isei, Polres Serui, Polsek Wasior, Tandia, Senderawoi dan Windessy. Ditemukan dan tercatat adanya kasus penghilangan secara paksa yang menimpa korban Johannes Calvin Werianggi di Windesi serta Daniel Saba.
“Juga diduga terjadi pula peristiwa pemerkosaan terhadap Ester Rumsayor di kampung Yopanggar. Semua peristiwa ini sudah diselidiki oleh Komnas HAM RI berdasarkan amanat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Namun hingga saat ini belum pernah secara resmi ditingkatkan status tahapan proses hukumnya ke tahap Penyidikan sesuai amanat Pasal 21 dan Pasal 22 dari UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Ini adalah hutang negara dalam konteks penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua, ” imbuhnya.
(Refly)