Suara Jurnalis | Manokwari, – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, menyampaikan keheranannya atas minimnya promosi jabatan struktural bagi para jaksa asli Papua di lingkungan Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
Dalam keterangannya kepada media, Warinussy menyoroti dua nama jaksa asal Papua, yakni Dr. Epi Numberi dan Yedividya Rum, yang kini menduduki posisi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di luar tanah Papua. Keduanya disebut pernah mengabdi di Kejati Papua Barat, namun justru tidak mendapat promosi di jabatan strategis, seperti asisten.
“Apakah Kejati Papua Barat ini hanya dijadikan sebagai batu loncatan bagi para jaksa non-Papua untuk mendapatkan promosi pulang kampung?” tanya Warinussy dengan nada serius, sembari menyoroti ketimpangan pola mutasi dan promosi di lingkungan Adhyaksa. Sabtu, (05/07/2025).
Ia juga mempertanyakan apakah gelombang promosi yang dilakukan Jaksa Agung akhir-akhir ini benar-benar membawa dampak signifikan bagi jaksa-jaksa asli Papua, khususnya mereka yang telah mengabdi lama di Kejati Papua Barat, untuk memperoleh jabatan kepala seksi (kasi) atau jabatan fungsional lainnya.
Sorotan Warinussy juga mengarah kepada Kepala Kejati Papua Barat, M. Syarifuddin, SH, MH, yang disebut mendapat promosi jabatan di tengah deretan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang belum tuntas hingga kini. Kasus-kasus tersebut antara lain dugaan korupsi belanja ATK dan barang cetakan tahun anggaran 2017 di BPKAD Kota Sorong.
Selain itu, publik juga menanti kejelasan penanganan perkara pembangunan Jalan Kaimana-Wasior, serta kasus di lingkungan KPU Kabupaten Teluk Bintuni dan KPU Papua Barat, yang hingga kini belum menunjukkan kemajuan berarti dalam proses hukumnya.
Tak hanya Kajati, Warinussy juga menyinggung Asisten Pidana Khusus Kejati Papua Barat, Abun Syambas, SH, MH, yang dinilai belum mampu menunjukkan performa optimal dalam menyelesaikan sejumlah kasus korupsi besar yang telah lama mengendap di meja penyidik.
“Jangan sampai publik menilai bahwa promosi dan mutasi ini hanya menjadi cara untuk membuka ‘buku baru’ dalam penanganan perkara, sementara kasus lama justru ‘dipeti-eskan’,” tegas Warinussy.
Untuk itu, LP3BH Manokwari mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Komisi Kejaksaan agar mengevaluasi secara objektif pola promosi dan mutasi jabatan di tubuh Kejaksaan, khususnya terkait keberpihakan terhadap jaksa anak asli Papua yang selama ini kurang mendapat tempat.
(Refly)