Ketika Soekarno Dibujuk Dua Pengusaha, Serahkan Kekuasaan ke Soeharto

Indramayu, Suarajurnalis – Bayangkan suasana Indonesia pada awal Maret 1966 sebuah negeri yang berguncang hebat oleh badai politik, ekonomi yang terjun bebas, demonstrasi di jalanan, dan ancaman konflik yang setiap saat bisa meledak. Di tengah kegentingan itu, di balik pintu tebal Istana Bogor, berlangsung sebuah drama sejarah yang jarang terdengar oleh publik: upaya membujuk Presiden Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan kepada Letjen Soeharto.

Cerita ini tersimpan dalam biografi dua tokoh penting dunia usaha Indonesia, Hasjim Ning dan Dasaad, yang keduanya dikenal sangat dekat dengan Soekarno. Melalui catatan dalam buku Pasang Surut Pengusaha Pejuang karya AA Navis (1987) dan otobiografi Alamsjah Ratu Prawiranegara Perjalanan Hidup Seorang Anak Yatim (1995), terungkap bahwa keduanya diminta memainkan peran rahasia yang sangat menentukan arah sejarah bangsa.

Tugas Rahasia dari Menpangad

Alamsjah Ratu Prawiranegara, Asisten VII Menpangad Soeharto saat itu, mengusulkan agar dua pengusaha ini menemui Soekarno. Mereka dianggap orang yang begitu dipercaya bahkan Dasaad disebut bebas keluar masuk kamar Soekarno. Tujuannya jelas namun sangat berat:

Membujuk Soekarno membubarkan PKI

Meyakinkan agar Soekarno menyerahkan urusan pemerintahan kepada Soeharto

Pertemuan itu disebut terjadi pada 6 atau 10 Maret 1966, terdapat dua versi catatan mengenai tanggal. Yang pasti, keduanya datang membawa surat dari Letjen Soeharto sebagai tanda kepercayaan.

Konfrontasi Sunyi di Istana Bogor

Setibanya di Istana Bogor, suasana tegang menyelimuti ruangan. Mereka menyampaikan kondisi negara yang kian kritis kabinet tidak berjalan, harga melambung, dan kekacauan terjadi di mana-mana. Hanya Soeharto, kata mereka, yang mampu menertibkan keadaan.

Namun Soekarno tidak langsung percaya. Dengan nada penuh kecurigaan ia berkata:

> “Apa kamu disuruh Soeharto datang ke sini?”

Ia juga menyinggung aksi demonstrasi mahasiswa yang dipimpin Sarwo Edhie, tanda bahwa Soekarno melihat adanya gerakan besar yang mengarah pada dirinya.

Hasjim Ning berusaha menenangkan:

> “Kalau Bapak menyerahkan pimpinan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto, Bapak tetap berada di tengah rakyat yang mencintai Bapak.”

Dialog emosional itu menjadi salah satu momen penting menjelang lahirnya Supersemar pada 11 Maret 1966 surat yang kemudian mengubah wajah kekuasaan di Indonesia.

Sebuah Persimpangan Takdir

Pertemuan rahasia tersebut bukan sekadar diplomasi pribadi, tetapi menjadi bagian dari rangkaian peristiwa besar yang memisahkan dua tokoh paling berpengaruh bangsa ini. Sejarah mencatat, Supersemar menandai berakhirnya era Soekarno dan lahirnya era Soeharto.

Di ruang hening Istana Bogor, dua pengusaha menjadi saksi bahwa sejarah terkadang ikut ditentukan oleh orang-orang di luar lingkaran kekuasaan formal.

Sumber : Kompas.com
red: Al Aris

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *