Kerinduan Seorang Murid Kepada Sang Mursyid, Catatan Spiritual Djadjang Ariefien *)

_Malam yang penuh berkah, kerinduan, dan kebahagiaan spiritual_

Malam ini adalah malam Jum’at atau tepatnya Kamis Kliwon malam, langit seakan lebih teduh dari biasanya, setelah sholat maghrib saya membuka mushaf dan mulai membaca sepuluh ayat pertama surat Al Kahfi yang kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Yasin. Sebelum semua itu, saya kirimkan hadiah Fatihah kepada: Kanjeng Nabi, para nabi terdahulu, para wali, guru-guru, kiyai-kiyai, orang tua, dan akhirnya kepada diri sendiri. Sebuah rangkaian cinta dalam doa di malam Jum’at Kliwon

_Spiritualitas dalam kesederhanaan waktu_

Saya lanjutkan, dengan membaca wirid-wirid harian sampai datang waktu Isya, dan dilanjut dengan sholat isya. Setelah sholat isya, seperti biasa kebersamaan kecil kami terukir di ruang keluarga, duduk di depan televisi bersama anak dan istri, bercengkerama ringan, tertawa hangat, semuanya sederhana, namun itulah kebahagiaan yang nyata dalam keluarga kecil yang sederhana.

_Tidur yang membawa mimpi tak terduga_

Catatan harian ku berlanjut, sekitar pukul 23.00 WIB (jam 11 malam) saya tertidur tanpa rencana (biasanya di malam Jumat, saya mengurangi durasi tidur) dan sebuah keajaiban terjadi: “Dalam tidur tersebut saya bertemu dengan sosok yang paling saya rindukan – guru saya, mursyid saya, tuntunan rohani saya, yakni sang murobbi ruhina Kiyai Jamil bin Sabil dari Dukuh Kapetakan Cirebon”. Seorang manusia sederhana nan ikhlas, seorang guru spiritual pembimbing kejiwaan yang pernah punah, dan Beliau telah wafat pada 26 Mei 2023 lalu, namun malam itu, saya berjumpa dengannya dalam mimpi yang begitu nyata.

_Pertemuan sakral dalam mimpi_

Di sebuah rumah berwarna putih bersih beliau menghampiri saya, wajahnya berseri dan penuh kelembutan. Beliau menyalami saya dan menyelipkan selembar uang kertas dua ribu rupiah, seraya beramanat _”titip buat Sigaret ya”._ Kemudian beliau berlalu pergi, sementara kondisi hati saya pada saat itu melebur dengan kerinduan yang luar biasa yang tidak akan mungkin saya menyia-nyiakan kesempatan langka tersebut.

Sebab saya sadar betul guru saya ini sudah wafat dua tahun lalu dan pertemuan kali ini haqqul yaqin pasti terjadi dalam mimpi.

Kemudian saya kejar beliau yang akan segera masuk kedalam ruangan lain. Pada saat beliau duduk saya kembali menyalaminya dengan meyelipkan amplop yang isinya entah berapa lembar, hanya sebagai bentuk penghormatan. Saya pegang erat-erat tangan beliau, beliau pun menatap saya dengan mata yang dalam lalu berkata: _”Gunakan saja buat kepentingan sigaret ya”._ Saya jawab _”Iya kiyai”._

Dengan iklas hati saya bawa kembali amplopnya, sebab ini merupakan perintah beliau.

_Percakapan penuh makna dan cahaya_

Kembali saya lanjutkan percakapan saya dengan kiyai, saya bilang _”Kiyai… jika di akhirat nanti tolong akui saya sebagai muridmu”_ sambil saya tatap betul-betul wajah dan ekspresi beliau dengan rasa bahagia. Seketika cahaya putih yang jernih menyelimuti kami berdua, mungkin perwujudan kebahagiaan emosional dan ketenangan batin yang saya rasakan. Tak lama kemudian beliau menjawab _”Ya.. Insya Allaah”._ Kemudian saya terbangun dan kebahagiaan tadi belum hilang sampai saat ini.

Catatan :
Kiyai Jamil bin Sabil, Shohibul ijazah Sigaret Choirun Bachir

Sanad :
Kiyai Jamil bin Sabil ke gurunya Syeh Tofi bin bunawin ke gurunya Syeh Bunawi ke gurunya Syeh Tholhah Kalisapu ke gurunya Syeh Ahmad Khotib.

Kamis Kliwon, 21 Muharram 1447 H / 17 Juli 2025

*) Santri Sigaret Choirun bachir
— sebuah malam yang tercatat bukan hanya di kalender, tapi di hati saya selamanya.


red: Al Aris

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *