Kekerasan dan Pelecehan Seksual Terhadap Pelayan GKI: Advokat Yan Warinussy Tuntut Proses Hukum Tegas

Suara Jurnalis | Manokwari, Papua Barat — Seorang penatua sekaligus advokat senior, Yan Christian Warinussy, SH, menyampaikan keprihatinannya atas serangkaian tindakan kekerasan yang menimpa para hamba Tuhan di lingkungan Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua. Ia menilai kejadian ini sebagai pelanggaran serius yang harus segera diusut tuntas.

Sebagai Anggota Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari, Warinussy mendesak Kapolda Papua Barat Irjen Pol Johnny Eddizon Isir, SIK, MTCP, dan Kapolresta Manokwari Kombes Pol Ongky Isgunawan, untuk segera menindaklanjuti laporan polisi yang telah diajukan oleh para korban.

Bacaan Lainnya

Salah satu laporan dimaksud adalah Laporan Polisi Nomor: LP/B/121/IV/2025/SPKT/POLDA PAPUA BARAT, tertanggal 22 April 2025, yang memuat dugaan tindak pidana penganiayaan, pengrusakan, serta pelecehan seksual terhadap seorang pelayan GKI beserta suaminya.

Perbuatan tersebut diduga melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan dinilai sebagai bentuk kekerasan yang mengancam martabat dan keselamatan pelayan gereja.

Selain itu, terdapat juga Laporan Polisi Nomor: LP/B/668/2025/SPKT/POLRESTA MANOKWARI/POLDA PAPUA BARAT, tertanggal 8 Juli 2025, yang mengungkap dugaan tindak pidana penganiayaan dan kekerasan terhadap anak.

Kasus tersebut berkaitan dengan ketentuan dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang secara tegas melindungi hak anak dari segala bentuk kekerasan fisik maupun psikis.

“Demi hukum dan keadilan, kami meminta agar setiap bentuk kekerasan, baik fisik, seksual, maupun psikis yang dialami para pelayan gereja diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Warinussy kepada media, Minggu (13/07/2025).

Ia juga menekankan agar seluruh proses penyelidikan dan penyidikan menghormati prinsip fair trial sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Warinussy menyatakan bahwa kekerasan terhadap hamba Tuhan tidak hanya melukai tubuh, tetapi juga mencederai nilai-nilai keimanan dan perdamaian yang dijunjung oleh gereja.

Selain dua laporan tersebut, Warinussy juga menyoroti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami seorang pendeta GKI, yang saat ini tengah dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A.

Pelaku yang merupakan suami korban, diduga melakukan penganiayaan berat hingga menyebabkan korban mengalami cacat fisik permanen. “Kami berharap Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan fakta persidangan,” ujarnya.

Menurut Warinussy, tindakan kekerasan dalam lingkup rumah tangga terhadap seorang hamba Tuhan adalah pelanggaran berat yang tak bisa ditoleransi, baik dari sisi hukum maupun moral.

Ia pun mengapresiasi langkah korban dalam mencari keadilan melalui jalur hukum, sekaligus mendorong agar peradilan tidak tunduk pada tekanan pihak mana pun dalam memutus perkara.

“Peradilan adalah benteng terakhir keadilan. Kita wajib menjaganya agar tetap bersih dan berpihak pada korban,” pungkas Warinussy, seraya berharap agar gereja dan masyarakat sipil turut serta memberi perlindungan terhadap para pelayan Tuhan yang teraniaya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *