Impor Papua Meningkat Tajam, Neraca Perdagangan Papua Selatan Alami Defisit

Ketua Distribusi BPS Papua Paul Susanto. Dok.Suarajurnalis.online

Jayapura, Suarajurnalis.Online — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua merilis data terbaru mengenai perkembangan ekspor dan impor Papua untuk bulan November 2024. Dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Fox, Jayapura, Senin (16/12/2024), Ketua Distribusi BPS Papua, Paul Santoso, memaparkan tren perdagangan tiga provinsi utama, yaitu Papua, Papua Tengah, dan Papua Selatan.

Staf BPS Papua Saat Melakukan Foto Bersama Dok.Suarajurnalis.Online

Data menunjukkan surplus di Provinsi Papua dan Papua Tengah, sementara Papua Selatan mencatat defisit yang cukup signifikan akibat tingginya ketergantungan pada barang impor.

Bacaan Lainnya

Paul Santoso mengungkapkan bahwa terdapat dinamika impor yang mencolok di ketiga wilayah tersebut:

Provinsi Papua
Impor naik tajam sebesar 116,44% dibandingkan bulan Oktober 2024.
Nilai barang impor mencapai US$ 335,31 ribu, dengan mesin dan peralatan mekanis menjadi komoditas utama.
Provinsi Papua Tengah
Mengalami peningkatan impor sebesar 97,67% dibandingkan bulan sebelumnya.
Nilai impor tercatat sebesar US$ 46,83 ribu, dengan bahan olahan tepung mendominasi.
Provinsi Papua Selatan
Berbeda dengan dua wilayah lainnya, Papua Selatan mengalami penurunan impor sebesar 92,5%.
Impor utama berupa komoditas untuk perkebunan tebu dengan nilai hanya US$ 0,22 ribu, didatangkan dari Australia.

Ekspor Papua pada November 2024 tercatat senilai US$ 4.792,88 Dolar, turun 25,52% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 6.434,70 dolar. Namun, neraca perdagangan tetap menunjukkan surplus akibat ekspor yang lebih besar dibanding impor.

Provinsi Papua mencatat surplus sebesar US$ 4.457,57 ribu.

Provinsi Papua Tengah juga mencatat surplus, meski tidak setinggi Papua.
Provinsi Papua Selatan mengalami defisit karena nilai impor melebihi ekspor.

Secara kumulatif, neraca perdagangan Papua pada periode Januari hingga November 2024 mencatat surplus sebesar US$ 66.605,69 ribu, naik signifikan dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang mengalami defisit US$ 80.788,48 ribu.

Komoditas utama ekspor Papua didominasi oleh produk kayu dan barang dari kayu dengan nilai US$ 4.384,96 ribu, meskipun terjadi penurunan sebesar 24,36% dibandingkan bulan sebelumnya.
Ekspor terbesar Papua ditujukan ke empat negara utama, yaitu:

Australia,
Korea Selatan,
Selandia Baru,
Papua Nugini.

Di sisi impor, barang utama yang masuk ke Papua terdiri dari:
Mesin dan peralatan mekanis,
Kopi, teh, rempah-rempah,
Olahan dari tepung,
Hasil laut dan olahan daging.

Paul Santoso menjelaskan bahwa sebagian besar barang impor masuk melalui pelabuhan utama di Papua, seperti PLBN Skouw, Pelabuhan Jayapura, dan Bandara Frans Kaisiepo, serta beberapa pelabuhan di luar wilayah Papua, seperti Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.

Defisit neraca perdagangan Papua Selatan menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah. Paul Santoso menekankan perlunya optimalisasi potensi lokal untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

“Kita harus meningkatkan produksi lokal, terutama komoditas seperti kopi, rempah-rempah, dan hasil perkebunan lainnya, agar mampu mendukung ekspor sekaligus memperbaiki defisit perdagangan,” ungkap Paul.

Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan ekonomi Papua terus bertumbuh dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat setempat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *