Jayapura – Suarajurnalis.online.com -Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (14/01/2025) memunculkan beragam respons dari masyarakat. Namun, Calon Wali Kota Nomor Urut 03, Boy Markus Dawir (BMD), menegaskan bahwa gugatan ini didasarkan pada pelanggaran selama tahapan kampanye, bukan hasil pemungutan suara.
Dalam wawancara di kediamannya di Hanyaan Entrop pada Rabu (15/01/2025), BMD menyatakan syukur atas berlangsungnya sidang di MK dengan nomor perkara 279/… dan menegaskan bahwa pihaknya menunggu tahapan selanjutnya, yaitu jawaban dari Bawaslu Kota Jayapura dan Provinsi Papua sebagai pihak termohon.
BMD menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan karena adanya pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon (paslon) selama masa kampanye. Pelanggaran tersebut melibatkan penggunaan program pemerintah yang bersumber dari dana APBN sebagai sarana kampanye, seperti pembagian bahan bangunan rumah, pemasangan lampu jalan, dan pemberian rice cooker yang diklaim sepihak sebagai hasil usaha paslon tersebut.
“Laporan kami kepada Bawaslu Kota dan Provinsi Papua tidak pernah ditindaklanjuti, bahkan ketika Bawaslu RI telah menginstruksikan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Hal ini memaksa kami membawa gugatan ke MK,” ujar BMD.
Atas saran Bawaslu RI, gugatan ini juga diajukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Selain itu, BMD mengungkapkan bahwa pihaknya mencatat sejumlah pelanggaran lain selama pelaksanaan Pilkada di Kota Jayapura.
“Sudah enam kali saya mencatat pola permainan penyelenggara pemilu di kota ini masih sama. Mereka mengacak daftar pemilih dengan menempatkan pemilih jauh dari TPS, membiarkan nama orang yang sudah meninggal tetap tercantum dalam DPT, serta adanya nama ganda dalam DPT. Selain itu, PPS tidak menyerahkan undangan secara utuh kepada KPPS untuk dibagikan ke pemilih,” jelasnya.
BMD juga menyoroti praktik manipulasi suara yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Distrik (PPD). “PPD melakukan pleno dengan membuat angka-angka baru yang berbeda dari hasil perolehan suara di TPS. Formulir C hasil TPS pun menjadi berbeda,” tambahnya.
Ia juga mengkritik Bawaslu dan jajarannya yang dianggap tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan baik. “Kalau Bawaslu tidak menjalankan fungsinya sebagai pengawas, bagaimana mungkin demokrasi dapat berjalan dengan baik?” tegasnya.
BMD khawatir jika situasi seperti ini terus dipelihara, maka pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2029 mendatang, hanya mereka yang memiliki uang yang dapat membeli peluang untuk menjadi anggota DPRD Kota Jayapura maupun DPRP Papua. Sementara itu, mereka yang tidak memiliki uang harus mengubur mimpi menjadi wakil rakyat, meskipun layak dan cocok untuk mewakili kepentingan masyarakat.
“Kalau penyelenggara pemilu memposisikan diri sebagai tim sukses salah satu paslon, maka demokrasi akan hancur. Sebaliknya, jika aturan ditegakkan dengan adil, semua pihak akan patuh dan pemilu berjalan baik,” pungkasnya.
BMD menegaskan bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk melakukan perubahan demi menyelamatkan demokrasi di Kota Jayapura. “Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan kita, siapa lagi yang akan bertindak?” tutupnya penuh harap.
9ad7px