Jambi — suarajurnalis.online Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Provinsi Jambi menggelar aksi unjuk rasa damai di depan kantor PT. Elnusa Petrofin Jambi, Rabu (7/5/2025), mulai pukul 09.00 WIB. Aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap para sopir PT. Lembaga Azas Mulia (LAM) yang diduga menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak serta berbagai pelanggaran hak normatif pekerja lainnya.
Sebanyak puluhan orang peserta aksi turun ke jalan, membawa spanduk, pengeras suara, dan bendera, serta melakukan orasi secara bergantian. Aksi ini dipimpin langsung oleh Erfan Indriyawan, SP selaku Penanggung Jawab Aksi, yang secara tegas menyampaikan tuntutan terhadap manajemen PT. Elnusa.
Lima Tuntutan Pokok
Massa AWaSI menyampaikan lima tuntutan utama yang mereka nilai sebagai bentuk ketidakadilan dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia:
1. PHK Sepihak Tanpa Prosedur Hukum Pemutusan hubungan kerja terhadap sejumlah sopir dinilai tidak mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa PHK harus melalui proses perundingan bipartit dan tidak boleh dilakukan secara sepihak. “PHK tanpa alasan yang jelas dan tanpa mediasi adalah pelanggaran hukum. Kami minta keadilan ditegakkan,” ujar Leo dalam orasinya.
2. Transparansi Uang Jalan Diduga terjadi penyimpangan dalam pemberian uang jalan kepada sopir, yakni dana operasional harian yang seharusnya diterima pekerja sebelum melakukan aktivitas kerja. AWaSI meminta dilakukan audit terbuka dan transparan karena potensi penggelapan dapat dijerat dengan Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan.
3. Larangan Pembentukan Serikat Pekerja Beberapa sopir mengaku mendapat intimidasi saat berusaha membentuk serikat pekerja. Tindakan ini dinilai melanggar UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang memberikan jaminan kebebasan berserikat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
4. Fluktuasi Gaji Tanpa Kejelasan Perubahan jumlah gaji yang tidak disertai pemberitahuan resmi atau perjanjian tertulis dianggap sebagai pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Hal ini menurut AWaSI dapat diproses secara hukum melalui UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
5. Pemaksaan Tanda Tangan Surat Pengunduran Diri Tindakan memaksa pekerja untuk menandatangani surat pengunduran diri tanpa kemauan sendiri bisa masuk ke ranah intimidasi atau pemaksaan, bahkan pelanggaran pidana. AWaSI menyebut praktik ini merupakan bentuk eksploitasi dan pelanggaran terhadap Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan tindakan memaksa seseorang tanpa hak.
Perusahaan Menutup Diri
Selama aksi berlangsung, pihak manajemen PT. Elnusa Petrofin tidak menanggapi satu pun permintaan dialog dari perwakilan massa. Mereka bahkan menutup akses kantor dan enggan memberikan pernyataan kepada media. Sikap tersebut disesalkan oleh AWaSI sebagai bentuk arogansi korporasi dan ketidakpedulian terhadap keluhan pekerja.
“Kami sudah datang baik-baik, membawa data dan argumen hukum. Tapi sayangnya, mereka memilih bungkam dan tidak mau berdialog. Ini bukti nyata adanya yang ditutup-tutupi,” kata Erfan Indriyawan, SP selaku Ketua Umum AWaSI Provinsi Jambi.
Langkah Selanjutnya
AWaSI menyatakan bahwa ini bukan akhir dari perjuangan. Mereka akan menyurati Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jambi, Pengadilan Umum Tata Usaha Negara, PT. Elnusa Petro Pusat di Jakarta. Jika diperlukan AWaSI juga akan melaporkan masalah isi Polda Jambi, Komnas HAM di Jakarta serta Komisi IX DPR RI, agar kasus ini ditangani secara serius dan menyeluruh. Bila perlu, AWaSI siap mengajukan gugatan hukum kolektif (class action) demi menuntut hak para sopir yang dirugikan.
“Aksi ini adalah suara hati nurani. Jangan sampai perusahaan besar sekelas Elnusa merasa kebal hukum. Kami akan terus mengawal sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” tegas Eko Harianto, salah satu orator aksi. (Red).