Suara Jurnalis | Manokwari – Penembakan dan percobaan pembunuhan terhadap aktivis dan pembela hak asasi manusia (HAM) merupakan masalah serius yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Para aktivis dan pembela HAM sering kali menjadi sasaran karena pekerjaan mereka dalam memperjuangkan keadilan, mengungkap korupsi, dan membela hak-hak masyarakat yang terpinggirkan.
Munir adalah seorang aktivis HAM terkemuka di Indonesia yang tewas diracun saat dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam pada tahun 2004. Kematian Munir menarik perhatian internasional dan memicu protes serta penyelidikan atas pembunuhan tersebut. Meskipun beberapa orang telah dihukum, banyak yang percaya bahwa otak di balik pembunuhan ini belum sepenuhnya terungkap.
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Pada tahun 2021, kedua aktivis HAM ini dihadapkan dengan ancaman dan intimidasi setelah merilis laporan yang mengkritik keterlibatan militer dalam bisnis tambang di Papua. Mereka menghadapi berbagai upaya untuk membungkam suara mereka, termasuk tuntutan hukum.
Veronica Koman adalah pengacara HAM yang aktif dalam advokasi untuk Papua. Dia sering kali menerima ancaman dan intimidasi karena pekerjaannya yang berfokus pada pelanggaran HAM di Papua.
Hal serupa terjadi terhadap Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia Yan Christian Warinussy belum lama ini Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat dengan adanya penembakan oleh OTK.
Kepada media melalui pesan tertulis Yan Christian Warinussy kepada media menyampaikan, penembakan yang terjadi pada dirinya tepatnya di depan Toko Harapan dan Toko Tengah. Sabtu (20/07/2024).
“Peristiwa yang saya alami pada hari Jum’at, 17/7 sekitar pukul 15:30 wit di tengah Jalan Yos Sudarso, Sanggeng-Manokwari, tepatnya di depan Toko Harapan dan Toko Tengah adalah sebuah bentuk serangan terhadap Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia, ” katanya
Lanjutnya mengatakan, Sebagai Advokat berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, saya ingin mengingatkan semua orang, khususnya masyarakat di Tanah Papua dan di seluruh Indonesia bahwa seorang advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang Undang Advokat.
“Advokat itu juga bebas menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan, sebagai diatur dalam pasal 15 Undang Undang Advokat.
“Dan seorang advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
“Jadi seorang Advokat tidak bisa “dihalangi” untuk hanya membela seseorang atau sekelompok pelaku tindak pidana saja dan tidak boleh membela pihak yang menjadi korban atau pihak lainnya, ” katanya.
Apabila ada pihak yang tidak senang karena ada seorang advokat atau lebih membela “lawan” perkara salah satu pihak, lalu dengan gampangnya pihak yang merasa dirugikan tersebut mengambil pilihan hendak “mengakhiri” atau “menghabisi” sang Advokat dengan cara-cara yang bersifat melawan hukum. Sebab ada giliran nya pihak pelaku tersebut akan berhadapan pula dengan hukum dan atau mendapatkan sanksi sosial lainnnya.
“Oleh sebab itu, dalam kapasitas sebagai Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) atau human rights defender, saya ingin pula memberi pemahaman hukum yang baik bahwa Pembela HAM (human rights defender) adalah para pejuang yang memainkan peranan penting dalam usaha menentang pelanggaran hak asasi manusia dan pemajuan hak asasi manusia di dunia, ” ujarnya.
Ironisnya keprihatinan sangat mendalam masih dirasakan dan pula masih sering dialami oleh para pembela HAM (human rights defender) dalam perjuangannya menegakkan keadilan.
“Hal itu saya alami dari hari lepas hari dalam perjalan karier saya sebagai Advokat dan Pembela HAM sepanjang lebih dari 30 tahun terakhir ini. Salah satu puncaknya, ketika saya mengalami peristiwa percobaan pembunuhan pada Rabu (17/7) lalu di Sanggeng-Manokwari.
“Oleh karena itu, saya sangat menghormati segenap langkah hukum yang telah dilakukan oleh rekan sejawat saya para Advokat dan Pembela HAM di Manokwari dengan membuat Laporan Polisi (LP) di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Manokwari.
“Saya juga memberi dukungan penuh kepada Kapolresta Manokwari dan jajarannya untuk menyelidiki hingga menemukan si pelaku dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan dan menyeretnya ke depan meja hijau guna mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Sekaligus memberikan efek jera dan ketertiban masyarakat di “Kota Injil” Manokwari agar tidak lagi menjadi “Kota Kriminal” dari para terduga pelaku kejahatan penyalahgunaan senjata api atau senjata tajam atau senjata apapun dalam mencari solusi terhadap soal-soal sosial kemasyarakatan di masa kini dan masa depan, ” pungkasnya.
(Refly)