Suara Jurnalis | Manokwari – Seorang advokat dan pembela hak asasi manusia (HAM) terkemuka di Tanah Papua, yang pernah meraih John Humphrey Freedom Award di Montreal, Canada pada tahun 2005, menyatakan keraguannya terhadap hasil Operasi Alfa Bravo Moskona yang melibatkan 510 personil gabungan TNI-Polri.
Operasi tersebut dihentikan setelah tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan Iptu Tomi Samuel Marbun yang dilaporkan hilang di Sungai Rawara, Distrik Moskona Barat, Kabupaten Teluk Bintuni.
Advokat tersebut mendesak Mabes Polri untuk mengambil alih penyelidikan secara menyeluruh dan memanggil seluruh saksi, termasuk tujuh personil yang terakhir kali bersama Iptu Marbun saat menyeberangi sungai pada 18 Desember 2024. Ia juga meminta agar mantan Kapolres Teluk Bintuni AKBP Dr. Choiruddin Wahid dimintai pertanggungjawaban komando.
“Saya belum percaya hasil kesimpulan Kapolda yang menyatakan Iptu Marbun hanyut. Perlu penyelidikan mendalam dan netral di Mabes Polri demi keadilan bagi keluarga korban,” tegasnya. Minggu, (03/05/2025)
Lebih lanjut, ia menyoroti adanya insiden penembakan yang diduga menyasar Kepala Perwakilan Komnas HAM RI di Papua, Frits Ramandey, saat operasi berlangsung.
Ia menganggap kabar tersebut semakin memperkuat adanya kejanggalan dalam operasi pencarian tersebut dan mendukung pernyataan Anggota DPR RI, Yan Mandenas, yang mendesak pencopotan AKBP Choiruddin Wahid dari jabatannya.
“Saya tidak ingin ada ‘cipta kondisi’. Fakta bahwa perlengkapan milik Iptu Marbun sudah dikembalikan ke istrinya juga menimbulkan pertanyaan besar soal transparansi institusi,” tandasnya.
Ia mendesak Polri dan TNI bertindak adil dan profesional demi memulihkan kepercayaan publik, khususnya di Papua Barat.
(Refly)