Suara Jurnalis | Manokwari, — Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, SH, menyatakan sikap tegasnya dalam mengawal kasus pengeroyokan terhadap Frengky Bisaliel Rumawak (FBR), siswa SMK Kehutanan Manokwari. Peristiwa kekerasan ini terjadi pada Senin, 10 Maret 2025, di halaman sekolah dan mengakibatkan korban mengalami luka fisik dan trauma psikis.
Sebagai Kuasa Hukum FBR yang saat ini masih berusia 16 tahun, Warinussy menyampaikan apresiasi kepada Kapolresta Manokwari Kombes Polisi Ongky Isgunawan dan jajarannya. Ia menilai langkah cepat dan tegas kepolisian yang telah menetapkan enam tersangka sebagai wujud keberpihakan terhadap korban.
Dalam keterangan resminya, Warinussy menyebutkan bahwa lima tersangka dewasa telah dikenakan wajib lapor oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polresta Manokwari. Mereka masing-masing berinisial MM, HM, DDP, AM, dan US, bersama satu tersangka lain yang merupakan Anak Bermasalah Hukum (ABH) berinisial Z.
Meski demikian, masih terdapat satu terduga pelaku lainnya berinisial LM, yang belum ditetapkan sebagai tersangka karena sedang berada di luar daerah untuk menjalani masa liburan. Warinussy menegaskan bahwa proses hukum terhadap LM tidak boleh diabaikan atau ditunda tanpa alasan hukum yang jelas.
“Saya mendesak agar pihak kepolisian segera menetapkan LM sebagai tersangka dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku segera setelah ia kembali dari liburannya,” ujar Warinussy. Senin, (07/07/2025).
Ia menekankan bahwa tidak boleh ada perlakuan istimewa kepada pelaku hanya karena status sosial atau latar belakang tertentu.
Selain itu, Warinussy juga mendorong Kapolresta Manokwari agar secepatnya melimpahkan berkas perkara para tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Manokwari, guna mempercepat proses hukum hingga ke meja hijau.
Lebih jauh, ia meminta agar tindakan penahanan terhadap para tersangka segera dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, mengingat adanya indikasi kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama serta dampak psikis yang ditimbulkan pada korban.
“Premanisme di lingkungan pendidikan tidak bisa dibiarkan. Klien saya mengalami sakit secara fisik dan trauma psikologis mendalam. Kedua orang tuanya pun sangat terpukul. Oleh karena itu, proses hukum harus menjadi jalan utama menuju keadilan,” lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya akan terus mengawal kasus ini hingga seluruh pelaku mendapatkan hukuman setimpal melalui proses pengadilan yang adil dan terbuka. Ia menyebut bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya menjamin keamanan siswa di lingkungan sekolah.
Kasus ini menjadi perhatian publik di Manokwari, karena melibatkan kekerasan terhadap anak di bawah umur di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan ramah anak. Masyarakat pun berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak mana pun.
(Refly)