Indramayu, Suarajurnalis – Sebuah Jejak Sunyi Sang Calon Pemimpin di Kaki Gunung Wilis.
Pada pagi bersejarah 17 Agustus 1945, ketika Soekarno dengan suara mantap membacakan Teks Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, bangsa Indonesia menyambut lahirnya sebuah negara merdeka. Mohammad Hatta berdiri mendampinginya, dan Bendera Pusaka Merah Putih karya tangan Fatmawati berkibar anggun di angkasa, dikibarkan oleh SK Trimurti, Suhud Sastro Kusumo, dan Latief Hendraningrat.
Dewan bangsa bersatu dalam momen paling monumental sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di mana sebenarnya Soeharto, pria yang kelak menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia, pada detik-detik kemerdekaan itu?
Soeharto di Brebeg, Nganjuk – Jauh dari Gemuruh Proklamasi
Informasi keberadaan Soeharto pada hari bersejarah tersebut tercatat dalam buku otobiografinya, “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya” (1989) karya G. Dwipayana dan Ramadhan KH.
Dalam buku itu, Soeharto mengungkap bahwa pada saat Proklamasi dibacakan, ia berada jauh dari Jakarta, tepatnya di Brebeg, Nganjuk, Jawa Timur, di kaki Gunung Wilis, bagian selatan Madiun.
Di sana, ia melatih para prajurit PETA (Pembela Tanah Air) dalam situasi yang masih berada di bawah kekuasaan Jepang.
Sehari Setelah Proklamasi
Pada 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi, latihan PETA dibubarkan oleh Jepang. Soeharto diperintahkan menyerahkan senjata dan mobilnya dirampas oleh Jepang.
> “Pada tanggal 18 Agustus 1945 begitu selesai melatih prajurit PETA, kami diperintahkan bubar,” demikian Soeharto mengenang peristiwa tersebut.
Setelah itu, ia bergerak dari Brebeg menuju Madiun, lalu melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. Di sanalah Soeharto pertama kali mendengar kabar samar-samar bahwa Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan di Jakarta.
Reaksi Soeharto Saat Mengetahui Indonesia Merdeka
Ketika berita itu akhirnya sampai padanya, Soeharto mengaku merasakan panggilan jiwa seorang prajurit bangsa:
> “Mendengar berita seperti itu saya pikir, ‘Wah, ini artinya panggilan.’”
Ia menambahkan bahwa sejak di asrama PETA, ia yakin bahwa Indonesia pasti akan merdeka, karena rakyat menginginkan kemerdekaan itu dengan segenap hati.
> “Sekarang kemerdekaan itu sudah diproklamasikan, itu berarti panggilan bagi kita untuk membelanya.”
Sebuah Takdir Sejarah
Soeharto mungkin tidak menyaksikan langsung detik-detik Proklamasi, namun momen itu menjadi titik balik perjalanan hidupnya.
Dua puluh dua tahun kemudian, ia duduk di kursi Presiden Republik Indonesia, mengemban amanah bangsa.
Sumber : Kompas.com
red: Al Aris
Di Mana Soeharto Saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945?





