Indramayu, Suarajurnalis – Serasa baru kemarin, ingatan kita melayang ke Muktamar ke-34 NU di Lampung. Sebuah perhelatan akbar yang melahirkan pemimpin baru: Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf. Kala itu, suasana penuh harap menyelimuti bumi Lampung; semua berjalan lancar, dan Nahdlatul Ulama kembali melangkah maju dengan semangat serta energi baru.
Saya sendiri tidak bisa menyaksikan langsung momen sakral pembukaan Muktamar di arena utama. Bukan karena tak peduli, justru sebaliknya, saya mengabdi di “dapur” yang berbeda. Pada waktu yang persis bersamaan, saya mendapat amanah menjadi panitia PKPNU (Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama) edisi Khusus Muktamar. Kegiatan kaderisasi ini kami laksanakan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Jati Agung asuhan Kyai Azis Attarmasi, berlangsung sejak Senin, 21 Desember, hingga Rabu, 23 Desember 2021.
Di saat mata seluruh warga NU tertuju pada pembukaan Muktamar di hari Rabu itu, saya justru larut dalam semangat juang para peserta PKPNU. Ada rasa bangga yang mendalam bisa membersamai mereka yang datang dari Jambi, Sumatera Utara, dan berbagai daerah lain, semua demi mengasah militansi di Lampung. Momen itu tak terlupakan. Kami punya penanda khusus: “PKPNU Edisi Khusus Muktamar”, demikian yang tertulis jelas di kaos seragam para peserta. Kaos itu menjadi saksi bisu semangat kaderisasi di tengah hiruk pikuk perhelatan tertinggi NU.
Entah kapan lagi ada PKPNU—atau yang oleh kepengurusan sekarang diubah nomenklaturnya menjadi PD-PKPNU (Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama)—edisi Muktamar dilaksanakan. Muktamar ke-35 NU rencananya akan digelar di Surabaya pada tahun 2026, bertepatan dengan momen satu abad berdirinya NU. Semoga di perhelatan akbar tersebut, kembali dilaksanakan PD-PKPNU edisi khusus Muktamar, menggemakan kembali semangat kaderisasi dari pinggiran arena.
Tapi hari ini, realitas membentur keras ingatan indah itu. Kita diguncang oleh sebuah putusan risalah PBNU dan dinamika internal yang entah bagaimana ceritanya, membuat kita semua terkejut. Wacana Muktamar Luar Biasa (MLB) NU mengemuka, didorong oleh sejumlah kiai dan presidium yang merasa perlu ada penyelamatan marwah organisasi. Pihak PBNU saat ini sendiri menegaskan bahwa MLB tidak akan berhasil dan ditolak oleh mayoritas PWNU dan PCNU di Indonesia, sehingga keabsahannya masih menjadi polemik.
Ternyata dinamika perjalanan berorganisasi itu… (Membuat kita sejenak terdiam dan merenung). Entah apa yang akan terjadi selanjutnya? Jika kekeruhan seperti yang terjadi saat ini berujung pada MLB yang sah secara organisasi, akankah ada juga yang melaksanakan PD-PKPNU edisi khusus MLB? Secara aturan, kegiatan kaderisasi biasanya terstruktur dalam agenda resmi organisasi. Namun, dalam situasi politik NU yang sedang memanas, segala kemungkinan bisa terjadi, terutama jika inisiatif tersebut datang dari kader-kader militan di akar rumput.
Kita tentu memahami bahwa perjalanan itu tidak selalu semulus dan seindah yang kita kira seperti saat melihat senyum para pemimpin NU saat di Muktamar yang lalu. Perjalanan organisasi sebesar NU, dengan jutaan kadernya, memang tidak selalu mudah. Ada tantangan, ada halangan, ada tikungan tajam, dan ada dinamika yang harus dihadapi di setiap fasenya. Tapi, itulah yang justru membuat perjalanan organisasi ini menjadi lebih menarik, lebih hidup, dan bermakna.
Ini bukan akhir, ini adalah episode baru dalam sejarah panjang NU. Saya siap menghadapi setiap gelombang dinamika ini, Bagaimana dengan anda? Mari kita kawal bersama!
Siapa Kita..?!
Oleh: Edi Sriyanto
red: Al Aris
Kilas Balik Muktamar NU ke-34, Nostalgia PKPNU Dan Kegelisahan Masa Kini





