Friedrich Silaban Arsitek Istiqlal

Indramayu, Suarajurnalis – Dalam sejarah arsitektur Indonesia, nama Friedrich Silaban adalah cahaya yang tak pernah padam. Ia bukan sekadar arsitek; ia adalah pemahat peradaban, sosok yang merancang simbol kemerdekaan, kebhinekaan, dan kekokohan bangsa Masjid Istiqlal. Karya-karyanya berdiri megah di berbagai penjuru Jakarta, namun Istiqlal-lah yang menempatkannya dalam puncak sejarah: masjid terbesar di Asia Tenggara, lambang toleransi, dan bukti dialog lintas iman yang mengagumkan.

Berikut kisah lengkapnya penuh detail, sejarah, dan sentuhan inspiratif yang membuat siapa pun terkagum pada perjalanan hidup sang maestro.

1. Anak Pendeta yang Menjadi Arsitek Bangsa

Lahir pada 16 Desember 1912 di Bonandolok, Tapanuli, Friedrich Silaban tumbuh sebagai putra seorang pendeta Kristen. Meski latar belakang agamanya berbeda, kecintaannya pada dunia bangunan tumbuh sejak muda. Ia mengenyam pendidikan kejuruan bangunan di Konongin Wilhelmina School (1927–1933), lalu menimba ilmu arsitektur di Academie voor Bouwkunst, Amsterdam.

Dari desa sunyi di Sumatra menuju ruang akademik Eropa, Friedrich muda mengasah ketelitian, keteguhan, dan idealisme yang kelak mengukir bangunan monumental Indonesia.

2. Memenangi Sayembara Masjid Istiqlal

Tahun 1955, Presiden Soekarno menggelar sayembara desain Masjid Istiqlal. Dari 30 arsitek, hanya 22 yang lolos seleksi. Karya Friedrich berjudul “Ketuhanan” membuat Bung Karno terpesona—bukan hanya karena kemegahannya, tapi karena roh kebangsaan yang terkandung di dalamnya.

Meski seorang Kristen, Friedrich dipilih sebagai pemenang. Sebuah momentum yang menunjukkan tingginya sikap toleransi panitia dan negara. Bung Karno menyebutnya sebagai arsitek “by the grace of God”. Sebuah penghargaan yang tak hanya simbolis, tapi sejarah.

3. Kedekatan dengan Soekarno: Dua Pemimpi Besar Negeri

Hubungan Soekarno dan Friedrich bukan sekadar profesional; mereka adalah mitra visi.

Keduanya kerap berdebat, berdiskusi panjang soal arsitektur bangsa, bahkan bepergian ke luar negeri untuk meninjau kota-kota modern. Dari percikan ide di antara mereka, lahirlah berbagai bangunan penting Indonesia: Gedung Bank Indonesia, Gedung Pola, Gedung BNI, hingga Monumen Pembebasan Irian Barat.

Foto-foto menunjukkan Bung Karno pernah berkunjung ke rumah pribadi Friedrich tanda kedekatan seorang presiden dengan seniman bangsa yang ia percaya.

4. 24 Tahun Mengawal Istiqlal: Antara Krisis, Politik, dan Tekad

Pembangunan Masjid Istiqlal bukan jalan mulus. Tiang pancang pertama ditanam 1961, namun masjid baru rampung 22 Februari 1978—melewati gejolak besar Indonesia dari Orde Lama hingga Orde Baru.

Sebagai Wakil Kepala Proyek, Friedrich menghadapi:

tekanan politik,

krisis ekonomi,

hambatan teknis besar-besaran.

Namun dedikasinya tak pernah goyah. Masjid Istiqlal berdiri megah sebagai karyanya yang paling abadi.

5. Arsitek Perfeksionis: Rajin Survei & Berani Memprotes

Tak puas hanya dengan konsep, Friedrich pergi melakukan survei hingga ke:

Iran,

Mesir,

Malaysia,

untuk mempelajari interior masjid dunia.

Ia menulis surat protes kepada pemerintah pada 1977, mengkritik pemilihan lantai marmer yang ia anggap tidak tahan lama untuk masjid sebesar Istiqlal. Protesnya menunjukkan betapa ia menempatkan kualitas di atas kompromi.

Seorang arsitek yang memikirkan bangunan bukan hanya hingga berdiri tetapi hingga ratusan tahun kemudian.

6. Surat dari Penggemar dan Mahasiswa

Ketika namanya melambung, Friedrich menerima surat anonim dari penggemar yang memujinya karena berhasil memenangkan sayembara Istiqlal meski berbeda agama sebuah apresiasi atas toleransi dan keadilan.

Ia juga menerima pertanyaan dari mahasiswa Arsitektur Universitas Kristen Petra Surabaya mengenai alasan penggunaan kubah, bukan atap piramida. Jawaban Friedrich tak ditemukan dalam arsip, tapi surat balasan sang mahasiswa menunjukkan kekaguman mendalam terhadap penjelasan sang arsitek.

7. Dikenang Sebagai Arsitek yang Berdisiplin & Sederhana

Ketika Friedrich wafat pada 14 Mei 1984, banyak tokoh memberi penghormatan, termasuk Ketua Umum MUI KH. Sjukri Gozali. Ia mengenang Friedrich sebagai sosok berdisiplin tinggi dan sederhana.

Friedrich pernah berkata bahwa masjid tak perlu pintu gerbang karena rumah ibadah sejatinya harus terbuka.

Ia juga menggagas bahwa Istiqlal bukan hanya tempat shalat, melainkan ruang penyelamat bila terjadi bencana, mampu menampung puluhan ribu warga.

Visinya tak hanya melahirkan bangunan, tapi ruang kemanusiaan.

Masjid Istiqlal adalah simbol.

Simbol kemerdekaan, toleransi, persatuan, dan kejernihan hati seorang arsitek besar yang membangun Indonesia dengan coretan tangannya.

Sumber: kompas.com
red: Al Aris

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *