Indramayu, Suarajurnalis – Dalam riuh sejarah yang sering berpusat pada perjuangan dan pidato monumental, terselip sisi lain dari Presiden Soekarno yang jarang terungkap sisi seorang manusia yang mencinta dengan segenap jiwa. Kisah ini terkuak dari catatan-catatan pribadi dan surat-surat penuh rasa yang ditulis Bung Karno untuk istrinya, Hariyatie, perempuan asal Surabaya yang menjadi istri keenam sang proklamator.
Dalam peringatan Bulan Bung Karno tahun 2022, komunitas sejarah Begandring Soerabaia menemukan sejumlah dokumen berharga: buku nikah Bung Karno dan Hariyatie, foto-foto pribadi keluarga yang belum pernah dipublikasikan, serta surat-surat cinta yang ditulis langsung oleh Bung Karno di atas kertas bekas amplop kepresidenan, lengkap dengan cap Garuda Pancasila.
Buku nikah itu tercatat pada Selasa Pahing, 21 Mei 1963, menyebutkan bahwa Ir. Dr. H. Soekarno, putra R. Sukemi Sasrodihardjo, lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901 memperkuat dugaan bahwa Bung Karno memang dilahirkan di Kota Pahlawan. Sementara itu, Hariyatie yang lahir pada 24 Agustus 1940 adalah seorang gadis muda arek Suroboyo berusia 23 tahun, sedang Bung Karno kala itu berusia 62 tahun.
Kedekatan Bung Karno dengan Surabaya kian dalam lewat pernikahan ini. Pasangan ini bahkan memiliki rumah di Jalan Comal 2, kawasan elit Darmo, Surabaya. Kisah ini diceritakan oleh Enny Wishnu Wardhani, keponakan Hariyatie yang hingga kini masih menyimpan kenangan berharga itu mulai dari foto keluarga hingga surat-surat cinta sang Presiden.
Rumah Enny di Jalan Cipunegara, Surabaya, menjadi semacam ruang kenangan dindingnya dipenuhi foto-foto tempo dulu, termasuk potret resmi Soekarno dan Hariyatie tahun 1963, yang menggambarkan kehangatan dua insan di tengah riuhnya urusan kenegaraan.
Namun yang paling memikat adalah surat-surat pribadi Bung Karno, di mana karisma dan kelembutannya berpadu dalam satu tarikan napas tinta. Dalam salah satu surat, yang ditulis saat ia tengah menyiapkan naskah pidato 17 Agustus 1963, Bung Karno menulis dalam bahasa Inggris dengan pilihan kata yang begitu indah dan puitis:
> “I am writing my speech for the 17th of this month. I try to concentrate my mind, to concentrate all my soul, on what I shall say to the people on that day. In doing so, I think of you every moment. Because you are my inspiration, you are my strength of soul…”
Lalu dalam bahasa Jawa yang lembut dan penuh kasih, ia menutup surat itu dengan kalimat yang membuat siapa pun terenyuh:
> “Tie, adikku wong aju, bojoku terakhir, mung kowe gondelaku, mung kowe pepundjerku. Wis ya wong aju. Pipiku tumempel ing pipimu, lambeku tumempel ing lambemu, atiku tumempel ing atimu. Mas Soekarno.”
Diterjemahkan, kalimat itu bermakna:
> “Tie, adikku yang cantik, istriku terakhir, hanya kamu peganganku, hanya kamu belahan jiwaku. Sudah ya, orang cantik. Pipiku menempel di pipimu, bibirku di bibirmu, hatiku di hatimu.”
Surat itu memperlihatkan betapa dalamnya kasih sayang Bung Karno terhadap Hariyatie. Di balik sosok pemimpin besar dunia, tersimpan hati yang lembut dan manusiawi seorang pria yang mencintai dengan ketulusan tanpa batas, bahkan di tengah kesibukan mempersiapkan pidato kenegaraan.
Beberapa surat lainnya pun menunjukkan kerinduan yang sederhana namun menggetarkan:
> “Sedela sedela aku kepingin marani kowe, kepingin nelpon. Sedela kepingin weruh rupa adjengmu, senadjan ta mung saktleraman.”
(Sebentar-sebentar aku ingin mendatangimu, ingin menelponmu, ingin melihat wajah cantikmu, meskipun hanya sebentar.)
Dan lagi, dalam nada yang begitu manis dan jujur:
> “Jen kowe lunga senadjan sedela, aku bakal sedih bingung mbokmenawa kaja botjah tjilik nangis mrana mrene nggoleki mbok’e.”
(Jika kamu pergi meski sebentar, aku akan sedih dan bingung, seperti anak kecil yang menangis mencari ibunya.)
Semua surat ini masih dijaga penuh cinta oleh Enny sebagian dipajang di dinding rumah, sebagian tersimpan rapi dalam album. Surat-surat itu bukan sekadar dokumen sejarah, tetapi jejak perasaan paling pribadi dari seorang presiden yang pernah menjadi simbol bangsa.
Dari sini, kita belajar bahwa di balik pidato-pidato berapi-api dan keteguhan seorang pemimpin, terdapat hati yang lembut, mencintai, dan merindu hati seorang manusia bernama Soekarno.
Sumber : rekayorek.id, FB om phol
red: Al Aris
Rayuan Cinta Bung Karno Untuk Hariyatie





