Suara Jurnalis | Makassar — Koordinator Tim Penasihat Hukum bagi empat terdakwa perkara pidana makar, Yan Christian Warinussy, SH, menyampaikan protes keras dan keprihatinan mendalam atas tindakan intimidasi yang dialami oleh keluarga salah satu terdakwa, Penatua Abraham Goram Gaman (54), di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (25/10/2025) sekitar pukul 13.00 WITA, saat Ibu Goram Gaman (istri terdakwa) dan Ibu Kocu (47) yang merupakan kerabat dekat terdakwa sedang berada di tempat kos mereka di kawasan Rapocini, Makassar. Kedua perempuan ini tiba-tiba didatangi oleh seorang pria yang tidak dikenal dan berpenampilan mencurigakan.
Menurut keterangan yang diterima tim penasihat hukum, pria tak dikenal tersebut mengetuk pintu kamar kos dan menanyakan nomor kamar yang sebenarnya sudah terlihat jelas di pintu. Sikap dan gaya bicara pria itu membuat kedua perempuan merasa takut dan curiga terhadap maksud kedatangannya.
Kecurigaan semakin kuat ketika pria itu tampak gugup dan terburu-buru pergi setelah ditanyai oleh anggota keluarga lain yang sedang berada di depan kamar. Ia kemudian meninggalkan lokasi tanpa memberikan penjelasan yang jelas. Peristiwa ini menimbulkan ketakutan bagi kedua perempuan tersebut, yang merasa sedang diawasi atau diintimidasi oleh pihak tertentu.
Menanggapi insiden ini, Yan Christian Warinussy, SH, yang juga dikenal sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), mengecam keras tindakan intimidasi tersebut. Ia menilai perbuatan itu berpotensi mengganggu proses hukum yang sedang berjalan terhadap klien-kliennya dalam perkara pidana makar.
“Perbuatan seperti ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai demokrasi dan prinsip hak asasi manusia,” tegas Warinussy dalam keterangan tertulis yang diterima media, Minggu (26/10/2025).
Sebagai langkah konkret, Warinussy mendesak Kapolda Sulawesi Selatan dan jajarannya untuk segera memberikan perlindungan hukum bagi Ibu Goram Gaman dan Ibu Kocu. Ia menekankan bahwa keselamatan keluarga terdakwa merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam menjamin hak warga negara untuk bebas dari rasa takut.
Selain itu, Warinussy juga meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh atas insiden tersebut. Menurutnya, tindakan intimidasi terhadap keluarga terdakwa bisa mengindikasikan adanya upaya tekanan terhadap proses peradilan, yang seharusnya dijalankan secara independen dan tanpa intervensi.
“Ini bukan sekadar tindakan menakut-nakuti, tetapi sudah termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum yang harus diusut sampai tuntas,” tambahnya. Ia menilai aparat penegak hukum perlu menelusuri siapa pelaku dan apa motif di balik peristiwa tersebut.
Warinussy menegaskan, sebagai pembela hak asasi manusia, dirinya bersama tim hukum akan terus mengawal dan melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga, termasuk Komnas HAM RI, jika dalam waktu dekat tidak ada langkah hukum dari kepolisian setempat.
Ia juga menyerukan kepada seluruh masyarakat sipil, organisasi gereja, serta lembaga pembela HAM untuk ikut memantau dan memberikan dukungan moral kepada keluarga terdakwa yang saat ini sedang menghadapi tekanan psikologis akibat peristiwa tersebut.
Menurut Warinussy, tindakan intimidasi terhadap keluarga terdakwa adalah ancaman nyata bagi prinsip keadilan dan supremasi hukum di Indonesia. “Kami tidak ingin praktik-praktik seperti ini terus terjadi dan menodai proses peradilan yang seharusnya berjalan jujur, terbuka, dan berkeadilan,” pungkasnya.
(Refly)





