Skandal Proyek Fiktif di Teluk Bintuni, LP3BH Desak Penegak Hukum Kejar DPO Richard Talakua

Suara Jurnalis |Manokwari, Papua Barat — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, mendesak aparat penegak hukum di Kabupaten Teluk Bintuni untuk segera menangkap seorang yang diduga keras sebagai tersangka dan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam perkara tindak pidana korupsi proyek pembangunan Ruas Jalan Simei-Obo, Distrik Kuri, tahun anggaran 2022.

Menurut Warinussy, perkara korupsi tersebut telah menyeret dua orang pelaku utama yang kini berstatus sebagai terpidana, yakni Suradi, ST, MT dan Muchlis alias Oleng. Keduanya telah diadili dan divonis oleh Pengadilan Negeri Manokwari Kelas IA dengan hukuman pidana penjara masing-masing satu tahun serta denda Rp100 juta.

Bacaan Lainnya

Warinussy mengungkapkan, kedua terpidana itu bahkan telah menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Manokwari, namun proses hukum terhadap satu tersangka lainnya yang berstatus DPO bernama Richard Talakua (RT) hingga kini belum ada kejelasan.

Menurutnya, RT yang merupakan mantan Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Teluk Bintuni diduga kuat turut menikmati hasil dari proyek fiktif tersebut. Dugaan ini diperkuat dengan adanya bukti aliran dana yang diterima dan kemudian disalurkan kepada sejumlah oknum pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Daerah Teluk Bintuni.

“Bahkan, beberapa oknum pejabat itu telah mengembalikan uang kepada RT, dan semua transaksi tersebut tercatat dalam berita acara pengembalian uang serta kuitansi resmi dengan total nilai mencapai Rp2.134.000.000,” tegas Warinussy. Selasa, (07/10/2025).

LP3BH menilai, fakta-fakta tersebut sudah cukup kuat untuk mendorong Kapolres Teluk Bintuni dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Teluk Bintuni segera menindaklanjuti dan menangkap DPO Richard Talakua guna mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.

Warinussy menambahkan, seluruh barang bukti (BB) dalam berkas perkara dua terpidana sebelumnya telah dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teluk Bintuni untuk digunakan dalam proses hukum lanjutan terhadap tersangka lainnya. “Itu artinya, penyidik dan jaksa memiliki dasar kuat untuk menuntaskan perkara terhadap RT,” ujarnya.

Lebih jauh, Warinussy juga menyoroti dugaan adanya penangguhan atau pengalihan penahanan yang pernah diberikan kepada RT oleh aparat kepolisian Teluk Bintuni pada waktu itu. Menurutnya, langkah tersebut justru melemahkan penegakan hukum dan menimbulkan kesan adanya perlindungan terhadap tersangka.

“Bila benar RT sempat diberikan penangguhan penahanan, maka Kapolres Teluk Bintuni harus menjelaskan secara terbuka dasar hukumnya. Publik berhak tahu, karena ini menyangkut integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum,” lanjutnya.

Sebagai Koordinator Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Simei-Obo, Warinussy menegaskan bahwa masyarakat adat menunggu keadilan ditegakkan secara penuh, tanpa pandang bulu. Kasus ini, katanya, telah mencoreng citra pemerintah daerah dan menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara serta masyarakat di wilayah proyek.

LP3BH meminta agar aparat penegak hukum tidak berhenti pada dua terpidana saja, melainkan menuntaskan seluruh rangkaian korupsi yang melibatkan pihak-pihak lain, termasuk DPO Richard Talakua dan oknum pejabat yang sempat menerima dana hasil korupsi tersebut.

Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan biarkan ada kesan bahwa hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tutup Warinussy dengan tegas.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *