Penatua GKI Papua Desak Presiden Prabowo Tindak Tegas Aksi Intoleran

Suara Jurnalis | MANOKWARI — Penatua Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, SH, angkat bicara terkait aksi intoleransi yang kembali mencoreng wajah kebebasan beragama di Indonesia.

Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk segera bertindak tegas menghentikan aksi-aksi sewenang-wenang yang dilakukan kelompok intoleran.

Bacaan Lainnya

Kasus terbaru yang menjadi sorotan Warinussy terjadi di Desa Tangkit, Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.

Dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, tampak sekelompok orang masuk secara paksa ke sebuah villa tempat berlangsungnya kegiatan retret remaja dan pemuda Kristen. Dalam aksi tersebut, mereka bahkan merusak simbol keagamaan dengan membuang kayu salib ke lantai dasar.

“Tindakan melempar salib dari lantai dua ke bawah bukan hanya penghinaan, tapi juga bentuk kekerasan simbolik terhadap iman umat Kristen,” kata Warinussy dalam pernyataannya, Minggu (30/6).

Ia menegaskan bahwa salib adalah simbol sakral dalam ajaran Kristen dan perbuatannya melanggar nilai-nilai kebhinekaan yang dijunjung tinggi oleh konstitusi.

Warinussy yang juga merupakan praktisi hukum dan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari menilai, negara telah gagal mencegah berulangnya aksi intoleran di berbagai daerah, terutama di Pulau Jawa. Ia menyebut kejadian seperti ini sudah terlalu sering terjadi, namun tidak dibarengi dengan proses hukum yang tegas dan transparan.

Atas dasar itu, ia mendesak Presiden Prabowo untuk segera memerintahkan aparat penegak hukum, termasuk Polri dan Kejaksaan, menindak pelaku secara hukum sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

“Para pelaku harus diadili secara terbuka dan diberi sanksi setimpal agar menimbulkan efek jera,” tegasnya.

Ia juga mendorong agar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan gereja terkait segera melaporkan secara resmi insiden ini kepada Presiden. Laporan tersebut penting agar negara tidak terus abai terhadap hak konstitusional umat beragama, khususnya kelompok minoritas.

“Negara harus hadir dan tidak boleh diam ketika simbol-simbol iman dirusak. Bila tidak, maka kita sedang membuka jalan bagi intoleransi dan kekerasan berbasis agama untuk tumbuh subur,” tutup Warinussy penuh keprihatinan.

(Suara Jurnalis)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *