Suara Jurnalis | Manokwari, – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, meminta Kepala Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) TNI AL Manokwari, Kolonel Laut (T) Angki Ferdianta, M.Tr.Hanla, untuk tidak memaksakan pengosongan rumah warga sipil di wilayah Sanggeng dan Reremi, Kelurahan Manokwari Barat.
Warinussy yang juga dikenal sebagai Advokat Pembela Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa 18 keluarga yang saat ini tinggal di rumah tersebut telah menerima surat pemberitahuan pengosongan dengan batas waktu 30 Juni 2025. Namun, ia menilai langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Surat pemberitahuan yang dimaksud bernomor B/183/VI/2025, tertanggal 23 Juni 2025. Dalam surat itu disebutkan bahwa rumah-rumah yang ditempati para warga merupakan rumah dinas TNI AL. Namun fakta historis dan dokumen hukum menyatakan sebaliknya.
Menurut Warinussy, rumah-rumah yang menjadi objek sengketa tersebut merupakan inventaris milik Pemerintah Kabupaten Manokwari. Para pensiunan PNS yang kini tinggal di sana telah menempati rumah itu sejak tahun 1968, bahkan jauh sebelum Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Pada era 1950-an saat Papua masih menjadi bagian dari Netherland Nieuw Guinea, tanah dan bangunan tersebut dikelola oleh perusahaan galangan kapal swasta, bukan milik Angkatan Laut Kerajaan Belanda,” jelas Warinussy. Rabu, (25/06/2025).
Selain itu, sejumlah dokumen resmi memperkuat klaim warga, di antaranya Surat Izin Penempatan Rumah Dinas dari Pemkab Manokwari Nomor 012/490, tertanggal 1 Maret 2002, serta surat Bupati Manokwari nomor 030/1326, tanggal 21 Desember 2006, yang dengan tegas menyatakan bahwa rumah-rumah tersebut adalah aset milik Pemkab Manokwari.
Dalam surat Bupati Manokwari tahun 2006 itu disebutkan bahwa 58 unit rumah di kawasan Sanggeng dan Reremi merupakan aset daerah yang dipinjam pakaikan kepada pihak Fasharkan TNI AL. Oleh karena itu, setiap langkah pengosongan harus melalui persetujuan dan regulasi bersama antara Pemda dan pihak TNI AL.
Warinussy menegaskan bahwa tindakan pengosongan oleh Fasharkan, bila dilakukan secara sepihak, sama sekali tidak dapat dibenarkan secara hukum. “Ini adalah tindakan yang bisa dikategorikan sebagai intimidasi terhadap warga sipil yang tidak bersalah,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa belum ada kesepakatan apapun antara Pemerintah Kabupaten Manokwari dan pihak Fasharkan terkait status atau pengambilalihan rumah-rumah tersebut sebagai rumah dinas TNI AL.
“Selama belum ada kejelasan hukum dan kesepakatan bersama, maka segala tindakan yang mengarah pada pengosongan rumah oleh Fasharkan TNI AL adalah tindakan tanpa dasar hukum yang sah,” tambahnya.
Warinussy mendesak agar persoalan ini segera dibicarakan secara terbuka dan demokratis melibatkan seluruh pihak, termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari, DPRK Manokwari, serta para penghuni yang terdampak.
“Langkah-langkah bernuansa teror dan tekanan terhadap warga sipil harus dihentikan. Negara hukum tidak boleh membiarkan intimidasi terhadap warga yang sah menempati rumah berdasarkan surat resmi dari pemerintah daerah,” pungkas Warinussy.
(Refly)