Suara Jurnalis | Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, mempertanyakan keseriusan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat dalam menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Papua Barat Daya.
Hal itu disampaikan Warinussy menyusul pernyataan Kepala Kejati Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, SH, MH, yang menyebut pihaknya telah mengambil alih penanganan perkara dugaan korupsi Alat Tulis Kantor (ATK) dan barang cetakan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong tahun anggaran 2017.
Namun, menurut Warinussy, ada kasus besar lainnya yang justru seperti dibiarkan mandek, yakni perkara dugaan korupsi pengadaan 223 unit septic tank bio teknologi pada Dinas Pekerjaan Umum Daerah (DPUD) Kabupaten Raja Ampat Tahun Anggaran 2018, yang nilainya mencapai Rp7,062 miliar dari APBD Kabupaten Raja Ampat.
LP3BH mencatat bahwa kasus tersebut sempat masuk tahap penyidikan oleh Kejati Papua Barat pada tahun 2021 dan bahkan telah menetapkan seorang tersangka berinisial MNU. Namun, proses hukum kemudian tersendat karena MNU mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Sorong.
Dalam putusannya, hakim tunggal praperadilan dari PN Sorong mengabulkan permohonan MNU dan membatalkan status tersangkanya. Sejak kekalahan tersebut, Warinussy menilai Kejati Papua Barat seolah “trauma” dan enggan melanjutkan penyidikan karena khawatir akan kembali dikalahkan di forum praperadilan.
“Jangan karena kalah praperadilan, lalu seluruh penegakan hukumnya ikut lumpuh. Ini menyangkut uang negara dan hak publik untuk mendapatkan keadilan,” tegas Warinussy dalam keterangannya, Senin (23/6).
Ia menduga bahwa ketakutan terhadap risiko praperadilan telah membuat aparat penegak hukum menjadi ragu untuk menyentuh kembali perkara tersebut, padahal nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini cukup besar dan patut untuk diusut tuntas demi akuntabilitas anggaran publik.
LP3BH juga mempertanyakan bentuk tanggung jawab Kajati Papua Barat terhadap mandeknya proses hukum atas kasus yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun tanpa kejelasan. “Kejaksaan tidak boleh tunduk pada tekanan atau rasa takut kalah dalam praperadilan. Yang utama adalah keberanian membongkar kebenaran hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut, Warinussy meminta agar Kajati Papua Barat menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi dengan membuka kembali penyidikan kasus septic tank tersebut secara terbuka dan profesional, demi keadilan bagi masyarakat Raja Ampat dan integritas lembaga kejaksaan.
Menurut Warinussy, keberanian dan ketegasan Kajati Papua Barat dalam menuntaskan kasus ini juga menjadi barometer kepercayaan publik terhadap lembaga kejaksaan di Tanah Papua. “Rakyat Raja Ampat dan Papua Barat Daya menunggu kepastian hukum yang berkeadilan,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa perkara ini bukan hanya soal angka, tapi juga menyangkut etika dan pertanggungjawaban publik terhadap penggunaan APBD yang seharusnya mensejahterakan rakyat, bukan justru menjadi ladang korupsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebagai penutup, Warinussy menyatakan bahwa LP3BH Manokwari akan terus mengawal proses hukum ini, dan siap menyerahkan data serta dokumen yang dimiliki kepada pihak berwenang apabila diperlukan untuk mengungkap tuntas dugaan Tipikor pengadaan septic tank tahun 2018 tersebut.
(Refly)