Sidang Korupsi Jembatan Wasian Dana Proyek Diduga Mengalir ke Anggota DPRD

Suara Jurnalis | MANOKWARI — Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Jembatan Kali Wasian Tahap III Tahun Anggaran 2022, yang digelar di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A, Rabu (18/6/2025).

Persidangan tersebut menghadirkan dua terdakwa, yakni Fredy Parubak dan Jhony Koromad, yang diperiksa dalam kapasitas sebagai Terdakwa dan juga sebagai Saksi Mahkota. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Helmin Somalay, SH, MH.

Bacaan Lainnya

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Tri Hapsari dari Kejari Teluk Bintuni membuka sidang dengan meminta keterangan terdakwa Fredy Parubak yang mengaku ditunjuk secara langsung oleh Simon Dowansiba untuk melaksanakan proyek tersebut di lapangan.

Parubak mengungkapkan bahwa dirinya bukan pihak yang tertera dalam dokumen kontrak maupun dalam proses pencairan dana proyek. “Saya hanya diminta oleh Simon Dowansiba untuk jadi pelaksana lapangan,” ujarnya.

Nama Fredy Parubak memang tidak tercantum dalam dokumen resmi proyek, namun ia bertanggung jawab mengawal pelaksanaan fisik jembatan yang anggarannya mencapai miliaran rupiah.

Ia juga menjelaskan bahwa seluruh dana proyek dicairkan dari Kas Daerah Kabupaten Teluk Bintuni melalui Bank Papua Cabang Bintuni, dan ditransfer langsung ke rekening PT Nusa Marga Raya milik Mujiburi Anshar Nurdin.

Terkait pencairan dana, Parubak menuturkan bahwa semua proses dilakukan oleh Mujiburi Anshar Nurdin. “Saya tidak terlibat dalam pencairan uang. Semua dilakukan oleh Anshar,” tegasnya.

Lebih lanjut, Fredy juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memberikan uang ataupun hadiah kepada Jhony Koromad, baik dalam kapasitas sebagai terdakwa maupun dalam peran lainnya.

Sementara itu, terdakwa Jhony Koromad yang juga dihadirkan sebagai Saksi Mahkota menyatakan bahwa dirinya menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tanpa adanya Surat Keputusan (SK) yang sah dari instansi terkait.

“Tidak ada SK penunjukan sebagai PPK. Saya hanya diminta oleh Simon Dowansiba untuk ikut mengawal proses proyek ini,” terang Jhony saat dicecar penasihat hukumnya.

Jhony menambahkan bahwa proyek ini merupakan hasil dari pokok pikiran atau aspirasi Ketua DPRD Teluk Bintuni, Simon Dowansiba, yang diduga kuat mengarahkan proses dari awal hingga pencairan anggaran.

Dari kesaksian dua terdakwa, terlihat jelas adanya peran dominan Simon Dowansiba dalam mengatur pelaksanaan proyek, meski secara formal tidak terlibat langsung dalam struktur proyek.

Dalam fakta persidangan, terungkap pula bahwa sebagian besar dana proyek yang dicairkan mengalir kepada Simon Dowansiba dan Mujiburi Anshar Nurdin, yang keduanya merupakan anggota DPRD Teluk Bintuni.

“Dari pencairan 30 persen dan 100 persen, sebagian besar dana digunakan oleh Simon dan Anshar,” ujar Parubak lagi.

Parubak juga mengungkapkan bahwa dirinya hanya menerima Rp 200 juta yang dipergunakan untuk pengiriman material rangka jembatan dari pabrik di Bekasi, Provinsi Banten.

Menariknya, JPU mengakui bahwa barang bukti berupa rangka jembatan yang telah tiba di Manokwari belum disita oleh kejaksaan. “Barangnya tidak kami sita, hanya kami titipkan di RUPBASAN,” kata JPU Agung kepada Majelis Hakim.

Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan mengenai integritas dan kelengkapan pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum, mengingat barang yang seharusnya menjadi bukti justru hanya berstatus “titipan”.

Penasihat hukum Fredy Parubak mempertanyakan alasan JPU tidak menyertakan barang tersebut sebagai bagian dari bukti penting dalam perkara ini.

Hakim Ketua Helmin Somalay menanggapi dengan meminta JPU menjelaskan lebih lanjut soal status barang bukti pada sidang berikutnya, yang akan digelar Rabu (25/6) mendatang.

Selain itu, Hakim juga mengingatkan seluruh pihak agar sidang berikutnya dapat berlangsung dengan lebih efektif, terutama menjelang pembacaan surat tuntutan dari Jaksa.

“Mohon agar sidang selanjutnya sudah memasuki tahap tuntutan. Proses hukum ini harus kita selesaikan sesuai jadwal,” tegas Helmin Somalay.

Sidang pun resmi ditutup pukul 17.00 WIT setelah berlangsung hampir tiga jam, dengan agenda lanjutan dijadwalkan pekan depan.

Kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Kali Wasian ini menjadi sorotan publik karena melibatkan nama-nama besar dari legislatif daerah serta penggunaan dana besar dari APBD Teluk Bintuni.

Masyarakat dan aktivis antikorupsi di Papua Barat kini menunggu keberanian aparat hukum untuk menyeret aktor intelektual di balik proyek bermasalah tersebut ke meja hijau.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *